Menjadi seorang Ida Pandita di Bali bukanlah hal yang mudah. Selain faktor keturunan yang menjadi salah satu syarat, jalan menuju kesucian ini juga menuntut kemampuan mengendalikan diri dari segala bentuk godaan duniawi.
Seorang sulinggih tidak hanya dituntut untuk memahami ilmu spiritual, tetapi juga untuk meneladankan nilai ngayah, sebuah wujud pengabdian tulus tanpa pamrih yang dilakukan sepenuh hati bagi umat dan semesta.
Baca juga:
🔗 Manusia Seperti Pohon: Belajar Tentang Akar, Batang, dan Buah Kehidupan
Belakangan ini, sebuah video yang menampilkan sosok Ida Pandita bersama sang istri beredar luas di media sosial. Dalam video tersebut, tampak keduanya baru saja selesai melaksanakan sebuah upacara keagamaan.
Setelah menerima sesari dari umat, Ida Pandita tampak mengambil secukupnya untuk keperluan yadnya, lalu membagikan sisanya kepada umat yang hadir di sekitarnya.
Tindakan sederhana ini menjadi potret nyata tentang ketulusan dan keikhlasan seorang pemuka agama dalam menjalankan dharma.
Banyak netizen dan umat memuji tindakan tersebut, menilai bahwa apa yang dilakukan Ida Pandita mencerminkan makna sejati dari pelayanan spiritual, mengabdi bukan untuk diri sendiri, tetapi demi kemuliaan bersama.
Tak hanya video tersebut, berbagai foto dan kisah lain tentang keseharian Ida Pandita dan istrinya juga turut beredar.
Terlihat kediaman mereka yang sangat sederhana, berdinding kayu dengan atap seadanya, jauh dari kesan kemewahan.
Dalam salah satu foto, sang istri tampak sedang memasak di dapur tradisional, menyajikan air minum dan kopi bagi siapa pun yang datang berkunjung.
Ada pula yang menyebutkan bahwa mereka tinggal di rumah lama tanpa listrik, memilih hidup dalam kesederhanaan namun penuh kedamaian.
Semua ini menggambarkan bahwa kehormatan seorang sulinggih tidak diukur dari kemegahan tempat tinggal atau harta benda, melainkan dari ketulusan hati dan pengabdian yang dijalani dengan rendah hati.
Baca juga:
🔗 Warisan Kesederhanaan dan Cinta Budaya Seorang Ibu
Kehidupan Ida Pandita dan istrinya menjadi cermin spiritual yang menyentuh hati banyak orang. Tanpa perlu banyak bicara, perilaku mereka sudah menjadi ajaran yang hidup, tentang bagaimana manusia bisa tetap menjaga kemurnian hati di tengah derasnya arus duniawi.
Komentar-komentar di media sosial pun mengalir deras, sebagian besar mengungkapkan kekaguman dan rasa hormat atas keteladanan mereka.
Umat melihat bahwa kesucian sejati tidak perlu ditunjukkan dengan kemegahan, melainkan cukup dengan ketenangan, keikhlasan, dan cinta kasih kepada sesama.
Di tengah era modern yang serba terbuka dan materialistis ini, sosok seperti Ida Pandita menjadi semakin langka.
Ketika banyak orang berlomba mengejar status dan pengakuan, beliau justru menunjukkan bahwa kesederhanaan adalah bentuk kekayaan batin yang paling tinggi.
Tindakan yang dilakukan dengan hati yang bersih, sekecil apa pun pasti akan bergetar sampai jauh dan dirasakan oleh banyak jiwa.
Baca juga:
🔗 Ikhlas, Jalan Sunyi yang Menuntun pada Keindahan Hidup
Ida Pandita telah memberikan contoh bahwa menjadi pemimpin spiritual bukan berarti hidup terpisah dari masyarakat, melainkan hadir di tengah-tengah umat dengan rendah hati dan kasih sayang.
Dari kesahajaan hidupnya, banyak orang belajar tentang arti sejati dharma, tentang bagaimana spiritualitas seharusnya membawa kedamaian, bukan kebanggaan.
Teladan seperti inilah yang dibutuhkan di masa kini sebuah pengingat bahwa spiritualitas sejati tidak berhenti di tempat suci, tetapi hidup dalam tindakan sehari-hari.
Dan dari Ida Pandita serta sang istri, kita belajar bahwa cahaya kebajikan selalu bersinar paling terang dari tempat yang paling sederhana.