Bali selalu identik dengan keindahan alam dan kekayaan budayanya. Salah satu keindahan yang kerap menghiasi pulau ini adalah hamparan bunga gemitir atau yang dikenal luas sebagai marigold (Tagetes erecta).
Dengan kelopak berwarna kuning keemasan, bunga ini tumbuh bergerombol di ladang-ladang masyarakat, menciptakan panorama yang memanjakan mata.
Namun, pesona gemitir bukan hanya pada keindahan fisiknya, melainkan juga pada peran pentingnya dalam tradisi dan kehidupan spiritual masyarakat Bali.
Dalam filosofi Hindu Bali, warna bunga memiliki makna khusus. Bunga gemitir yang berwarna kuning cerah melambangkan kesucian, kejernihan pikiran, dan kemuliaan hati.
Oleh sebab itu, hampir setiap hari bunga ini digunakan dalam banten atau persembahan yang dipersembahkan kepada Tuhan, leluhur, dan manifestasi dewa-dewi.
Gemitir dipercaya mampu menghadirkan aura positif dan menjaga keseimbangan energi. Karena itulah, keberadaannya tidak pernah absen dalam upacara keagamaan, baik skala kecil di rumah tangga maupun skala besar di pura.
Baca juga:
🔗 Gotong Royong dalam Upacara Keagamaan: Kekuatan Sosial dan Budaya Pulau Bali
Masyarakat Bali menanam gemitir dengan penuh kesabaran dan telaten. Ladang-ladang bunga biasanya terhampar di desa-desa pegunungan maupun dataran rendah.
Menjelang hari-hari suci seperti Galungan, Kuningan, Saraswati, dan Nyepi, permintaan bunga meningkat tajam.
Para petani memanen bunga secara hati-hati agar kelopaknya tidak rusak. Setelah dipanen, gemitir dijual di pasar tradisional, bahkan sebagian dipasok langsung ke pedagang besar maupun pura-pura besar di Bali.
Hasil penjualan bunga ini menjadi salah satu sumber ekonomi penting bagi masyarakat, khususnya di pedesaan.
Baca juga:
🔗 Hidup Seperti Ladang: Menanam Hari Ini, Menuai Esok
Selain sebagai simbol religius, ladang gemitir kini juga dikenal sebagai destinasi wisata dan spot fotografi yang populer.
Hamparan bunga kuning keemasan yang luas menciptakan suasana romantis, penuh kehangatan, dan sangat fotogenik.
Banyak wisatawan, fotografer, hingga pasangan yang akan menikah memilih ladang gemitir sebagai lokasi pemotretan prewedding.
Pemandangan ini semakin indah ketika disandingkan dengan latar belakang sawah hijau, perbukitan, atau pura yang khas Bali.
Keindahannya seakan menjadi bukti nyata bagaimana Bali mampu menghadirkan harmoni antara alam, budaya, dan kehidupan masyarakatnya.
Baca juga:
🔗 Pesona Rice Field Ubud: Harmoni Alam, Budaya, dan Kehidupan yang Mengakar
Bunga gemitir tidak hanya menumbuhkan keindahan, tetapi juga menumbuhkan kehidupan. Melalui budidaya bunga ini, masyarakat desa memperoleh penghasilan yang stabil, sementara budaya Bali tetap lestari dengan adanya pasokan bunga untuk upacara.
Dengan kata lain, gemitir adalah contoh nyata bagaimana kearifan lokal mampu menghadirkan manfaat ganda, ekonomi dan spiritualitas.
Seiring meningkatnya kebutuhan dan popularitas gemitir, kesadaran untuk menjaga kelestarian bunga ini semakin penting.
Petani kini mulai menerapkan pola tanam yang ramah lingkungan, menjaga kualitas tanah, dan memastikan produksi tetap berkelanjutan.
Dengan begitu, keindahan ladang gemitir bisa terus dinikmati, dan makna sakralnya tetap hadir dalam setiap ritual masyarakat Bali.
Baca juga:
🔗 Hidup Seperti Bunga: Menjadi Indah, Memberi Kehidupan