I Nyoman Widnyana (Man Bajil) lahir dan besar di Tempekan Selonding, Banjar Kangin, Desa Pecatu.
Hidup di tengah keluarga dengan latar belakang ekonomi sederhana menempanya sejak kecil untuk memahami arti perjuangan.
Biaya sekolah serba pas-pasan, dan ketika memasuki bangku kuliah, ia harus membiayai pendidikannya sendiri sambil bekerja.
Dari pengalaman itu, ia berjanji pada dirinya, generasi muda Pecatu kelak tidak boleh lagi merasakan beratnya keterbatasan ekonomi seperti yang ia alami, namun tetap memiliki tekad dan semangat pengabdian untuk membangun lingkungan serta menjaga budaya lokal.
Karier I Nyoman Widnyana dimulai dari titik terendah. Pertama kali ia bekerja sebagai operator di Nusa Raya Transport, Bali Cliff Ungasan, di sanalah ia belajar disiplin dan tanggung jawab.
Setelah itu, ia mencoba berbagai bidang, menjadi surveyor promo untuk Karma Group, merantau ke Singapura sebagai waiter, bekerja sebagai driver konvensional lepas, hingga akhirnya bergabung dengan tim marketing Karma Group.
Perjalanan penuh liku tersebut mengajarkannya bahwa pengalaman adalah modal utama. Tidak ada pekerjaan yang terlalu kecil jika dikerjakan sepenuh hati.
Dedikasi dan konsistensi mengantarkannya pada posisi manajerial di Karma Group selama empat tahun.
Namun di titik tersebut, ia menyadari bahwa kesuksesan pribadi belum lengkap jika tidak memberi dampak nyata bagi tanah kelahiran.
Mengundurkan diri dari jabatan manajer bukanlah langkah mudah, namun tekad nya jelas, kembali ke akar dan mengabdi untuk desa.
Ia memulai dengan membangun usaha transportasi berbasis desa yang bekerja sama dengan hotel-hotel ternama di Pecatu seperti Bulgari Resort, Six Senses, dan The Edge Villa.
Usaha ini tidak hanya menciptakan lapangan kerja, tetapi juga menjadi jembatan agar tenaga kerja lokal dapat masuk ke dunia pariwisata kelas internasional.
Bagi I Nyoman Widnyana, membangun desa bukan sekadar soal ekonomi, tetapi juga memberi ruang bagi masyarakat untuk tumbuh bersama.
Baca juga:
🔗 Pentas Kecak di Karang Boma Cliff: Tradisi, Pariwisata, dan Harapan Baru Desa
Untuk memperkuat peran masyarakat, ia bersama warga Pecatu mendirikan organisasi kemasyarakatan (Ormas) Biduk Bersatu.
Sebagai Pembina, ia berupaya menghadirkan wadah bagi kegiatan gotong royong, pelestarian budaya, olahraga, dan penguatan sosial-ekonomi.
Di dalamnya terdapat berbagai sekaa (kelompok) dengan peran masing-masing:
Selain melalui Biduk Bersatu, pengabdiannya juga diwujudkan melalui peran aktif di berbagai lembaga:
Kemenangan Sekaa Ogoh-ogoh Biduk Bersatu sebagai Juara 1 di tingkat desa adalah simbol semangat kolektif, kreativitas, dan tekad warga Banjar Kangin.
Di balik piala itu ada kerja keras, gotong royong, dan kebersamaan yang mengakar kuat.
Perjalanan hidupnya dari anak desa dengan ekonomi pas-pasan, merantau, bekerja di berbagai sektor, hingga kembali membangun tanah kelahiran menjadi bukti bahwa perubahan sejati dimulai dari tekad dan aksi nyata di lingkungan terdekat.
Cita-citanya sederhana namun bermakna, melihat Pecatu tumbuh menjadi desa dengan ekonomi kuat, masyarakat berdaya saing, namun tetap berakar pada nilai budaya dan gotong royong.
Ia percaya, kemajuan tidak harus mengorbankan jati diri. Justru, identitas budaya adalah kekuatan yang membedakan kita di tengah arus globalisasi.
Dari Pecatu, untuk Pecatu — inilah jalan pengabdian yang terus ia tempuh, demi masa depan yang lebih cerah bagi generasi penerus.