Salah satu karya Kadek Armika kembali menarik perhatian publik seni di ibu kota. Dalam ajang Art Jakarta 2025 yang berlangsung pada 3–5 Oktober di JIExpo Kemayoran, Jakarta, seniman asal Sanur ini memamerkan karya instalasi berjudul “Lintang Surga (The Heavenly Stars)”.
Karya tersebut terbuat dari bambu dan kertas dengan sentuhan cat akrilik, berukuran 125 x 170 x 190 cm, menampilkan harmoni antara alam, tradisi, dan imajinasi spiritual.
Melalui “Lintang Surga”, Armika seolah mengajak penikmat seni untuk kembali menengok hubungan manusia dengan semesta, menghadirkan keheningan yang penuh makna dan cahaya batin.
Baca juga:
🔗 Pelangi di Tengah Semprotan Air: Sebuah Renungan tentang Kehidupan
Dalam dunia seni, terdapat sosok-sosok yang memilih berbicara melalui karya, bukan kata-kata.
Mereka lebih senang membiarkan hasil ciptaannya berbicara atas nama hati dan pemikiran mereka.
Kadek Armika adalah salah satu dari sedikit seniman yang memiliki prinsip seperti itu. Ia jarang tampil dalam sorotan media, tidak banyak berbicara tentang dirinya, namun karya-karya yang ia hasilkan selalu meninggalkan jejak mendalam di benak siapa pun yang melihatnya.
Terlahir dan dibesarkan di Sanur, Bali, Kadek Armika tumbuh dalam lingkungan yang kaya akan budaya, ritual, dan tradisi seni.
Sejak kecil ia akrab dengan alam dan aktivitas masyarakat pesisir, dari upacara adat hingga permainan tradisional yang sarat filosofi.
Latar belakang inilah yang kemudian membentuk kepekaan estetikanya serta pandangan hidupnya sebagai seorang seniman yang berakar kuat pada budaya Bali.
Menariknya, perjalanan Armika di dunia seni tidak dimulai dari jalur murni seni rupa, melainkan dari arsitektur.
Ia menempuh pendidikan dan berkarier sebagai arsitek sebelum akhirnya memperluas cakrawala ekspresinya ke berbagai bidang seni.
Namun, latar belakang arsitektur justru memberi keunggulan tersendiri pada karya-karyanya. Ia mampu memadukan presisi struktur dengan nilai-nilai spiritual dan budaya, menjadikan setiap karyanya tidak sekadar indah dipandang, tetapi juga memiliki makna filosofis yang mendalam.
Baca juga:
🔗 Bambu sebagai Guru Kehidupan: Lentur, Rendah Hati, dan Tegar
Salah satu bidang yang menjadi bagian penting dalam perjalanan kreatifnya adalah dunia layangan, sebuah tradisi yang sangat lekat dengan kehidupan masyarakat Bali.
Baginya, layang-layang bukan sekadar permainan atau hiburan, melainkan bentuk ekspresi budaya yang menghubungkan manusia dengan langit dan alam semesta.
Melalui layangan, ia menemukan kebebasan, kolaborasi, dan nilai-nilai spiritual yang memperkaya jiwanya sebagai seniman.
Kadek Armika telah terlibat dalam berbagai event nasional maupun internasional, sekaligus menjadi pembina aktif komunitas layangan.
Dalam Festival Layang-Layang Internasional di Pantai Mertasari, Sanur, beberapa bulan lalu, ia berperan sebagai mentor bagi generasi muda, membimbing mereka untuk mengenal filosofi dan teknik pembuatan layang-layang tradisional.
Di bawah bimbingannya, para peserta muda berhasil menyelenggarakan acara tersebut dengan meriah dan penuh kebanggaan.
Baca juga:
🔗 Rare Angon Festival 2025: Festival Layang-Layang Internasional di Pantai Mertasari Sanur
Tahun 2025 menjadi periode yang sibuk sekaligus bersejarah bagi Kadek Armika. Selain tampil di Art Jakarta, ia juga berpartisipasi dalam sejumlah pameran dan festival seni internasional, seperti di Pasir Gudang (Johor, Malaysia), Fano (Denmark), dan Dieppe (Normandy, Prancis).
Keikutsertaannya di berbagai ajang dunia ini menunjukkan dedikasinya terhadap seni dan budaya, sekaligus membuktikan bahwa semangat berkarya telah menjadi bagian dari napas hidupnya.
Kadek Armika adalah contoh nyata bahwa diam bukan berarti tidak berkarya. Dalam ketenangannya, ia menumbuhkan gagasan-gagasan besar yang lahir dari keheningan batin dan kedalaman rasa.
Tanpa banyak publikasi, ia telah menorehkan banyak prestasi dan kontribusi bagi Indonesia, khususnya bagi Bali, tanah yang melahirkan dan membesarkannya.
Dari seorang arsitek hingga seniman lintas bidang, Kadek Armika membuktikan bahwa kreativitas sejati tidak memerlukan sorotan.
Ia menjalani perjalanannya dengan rendah hati, membiarkan karya-karyanya menjadi suara yang berbicara lebih nyaring daripada kata-kata.
Melalui setiap bentuk, warna, dan material yang ia pilih, tersirat pesan sederhana namun kuat: bahwa seni sejati tumbuh dari ketulusan, kesunyian, dan hubungan mendalam antara manusia, budaya, dan alam semesta.
Dalam perjalanan seninya, Kadek Armika menunjukkan bahwa kekuatan sejati tidak selalu datang dari sorotan dan keramaian.
Ia memilih berjalan dalam keheningan, namun setiap langkahnya meninggalkan gema yang melintasi batas ruang dan waktu.
Melalui karya-karyanya, kita diajak untuk kembali menengok jati diri, tentang bagaimana kesunyian dapat melahirkan kedalaman, dan bagaimana ketulusan dapat menjelma menjadi keindahan yang abadi.