Menyambut Pagi di Gerbang Majapahit

Candi Bajang Ratu di pagi hari dengan cahaya lembut dan suasana tenang, dikelilingi pepohonan hijau.
Candi Bajang Ratu di pagi hari adalah kesempatan untuk merenung, di tengah cahaya lembut dan udara yang masih murni. (Foto: Moonstar)

Pagi itu, udara Desa Temon di Trowulan, Mojokerto, masih dingin seperti selimut tipis yang belum sepenuhnya tersibak oleh hangatnya mentari.

Dari kejauhan, Candi Bajang Ratu berdiri anggun di tengah hamparan taman hijau. Setiap langkah mendekatinya terasa seperti menapaki lorong waktu, mengantarkan kita kembali ke masa lalu yang sunyi.

Sinar matahari pagi menembus celah pepohonan, jatuh ke permukaan bata merah yang menyusun tubuh candi.

Warna bata yang semula redup oleh embun perlahan berpendar menjadi merah keemasan pancaran baru yang membangkitkan kembali bayangan kejayaan Majapahit.

Momen ini bukan sekadar pemandangan indah, melainkan salam pembuka dari sejarah yang masih berdenyut.

Baca juga:
🔗 Lukisan Alam Pagi Hari di Bromo: Surga yang Tersembunyi di Pulau Jawa

Jejak Sejarah di Balik Keelokan Arsitektur

Bajang Ratu adalah saksi bisu kejayaan Majapahit pada abad ke-14. Candi ini dipercaya dibangun sebagai gerbang peringatan wafatnya Raja Jayanegara, raja kedua setelah Raden Wijaya.

Menjulang setinggi ±16,5 meter, bentuknya ramping dengan atap bertingkat khas Majapahit.

Bagian atas gerbang dipenuhi ukiran halus, mulai dari motif flora hingga ornamen simbolis yang diyakini sebagai penolak bala.

Meski terbuat dari bata merah, struktur ini masih kokoh, seolah menantang waktu untuk meruntuhkannya.

Di kedua sayap gerbang, pahatan dan relief menyimpan kisah-kisah lama, menjadi pengingat bahwa setiap batu di sini adalah pesan dari para leluhur.

Harmoni Cahaya, Bayangan, dan Alam

Ketika matahari meninggi, keajaiban visual pun terjadi. Cahaya pagi menembus tengah gerbang, membentuk lorong cahaya yang memanjang hingga taman belakang.

Bayangan Bajang Ratu jatuh di atas rumput hijau, menghadirkan siluet megah yang berpadu kontras dengan kesejukan alam sekitar.

Debu tipis yang beterbangan memantulkan kilau seperti partikel emas. Pepohonan rindang di kanan kiri candi menambah kesejukan, sementara kicau burung menjadi latar alami yang menyempurnakan suasana.

Inilah harmoni antara arsitektur kuno dan sentuhan lembut alam pagi perpaduan yang jarang ditemui di tempat lain.

Baca juga:
🔗 Candi Ratu Boko Yogyakarta: Menapaki Tangga Sejarah Menuju Gerbang Langit

Pagi yang Mengajarkan Renungan

Mengunjungi Candi Bajang Ratu di pagi hari adalah kesempatan untuk merenung.

Di tengah cahaya lembut dan udara yang masih murni, seolah ada bisikan dari masa lalu, bahwa kejayaan lahir dari kerja keras dan kebijaksanaan, dan warisan sejati adalah yang mampu bertahan melampaui usia manusia.


Menatap gerbang ini dari dekat, kita diajak memahami bahwa waktu adalah arus yang terus mengalir, namun ada titik-titik yang menjadi jangkar peradaban.


Saat matahari memanjat tinggi dan sinarnya membentuk mahkota di puncak candi, kita sadar pagi di Bajang Ratu bukan sekadar awal hari, melainkan perjumpaan antara masa lalu yang agung dan masa kini yang penuh syukur.

Baca juga:
🔗 Menjadi Nahkoda: Mengemudikan Kapal Kehidupan di Lautan Tantangan

Info Kunjungan Candi Bajang Ratu

Suasana: Taman hijau terawat mengelilingi gapura, menciptakan kontras magis antara bata merah kuno dan dedaunan segar.

Akses: Sekitar 30 menit dari pusat Kota Mojokerto, dengan papan penunjuk jelas dan jalur tersedia di Google Maps.

Fasilitas: Pusat informasi, musala, toilet, area parkir luas, dan toko suvenir.


Tiket:
Rp3.000–Rp4.000 per orang.

Jam Operasional: Setiap hari pukul 07.00/08.00–16.00/16.45 WIB.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *