Potong Gigi: Simbol Kedewasaan dan Kesucian dalam Tradisi Hindu Bali

Remaja perempuan menjalani prosesi Metatah atau Potong Gigi dalam tradisi Hindu Bali.
Seorang remaja perempuan menjalani prosesi Metatah atau Potong Gigi, upacara sakral bagi umat Hindu Bali sebagai simbol kedewasaan dan awal perjalanan spiritual saat memasuki usia remaja. (Foto: Moonstar)

Bali, pulau yang kaya akan budaya dan tradisi, memiliki berbagai upacara adat yang masih lestari hingga kini.

Salah satu tradisi sakral yang wajib dilalui oleh para remaja Bali sebelum memasuki usia dewasa adalah Upacara Potong Gigi, yang dikenal pula dengan sebutan Mepandes, Mesangih, atau Metatah.

Ritual ini bukan sekadar seremoni, tetapi merupakan bagian penting dari perjalanan spiritual umat Hindu Bali dan menjadi warisan budaya yang tetap kokoh meski zaman telah berubah.

Simbol Kesucian dan Kedewasaan

Upacara Potong Gigi memiliki makna filosofis yang mendalam. Ia dilaksanakan sebagai simbol penyucian diri dari enam sifat buruk manusia yang dikenal dalam ajaran Hindu sebagai Sad Ripu, yakni:

  • Kama (nafsu)

  • Lobha (keserakahan)

  • Krodha (kemarahan)

  • Mada (kesombongan)

  • Moha (kebingungan)

  • Matsarya (iri hati)

Dengan memotong ujung gigi taring, diharapkan seseorang dapat lebih mampu mengendalikan dorongan-dorongan negatif tersebut dan melangkah ke fase kehidupan yang lebih dewasa, baik secara sosial maupun spiritual.

Baca juga:
🔗 Makna dan Tradisi Membunyikan Kulkul di Bali

Rangkaian Prosesi yang Sarat Makna

Meskipun modernisasi telah merambah berbagai aspek kehidupan di Bali, prosesi Upacara Potong Gigi tetap dijalankan dengan khidmat dan penuh penghormatan.

Remaja perempuan bercermin memperhatikan giginya setelah prosesi Potong Gigi (Metatah) dalam tradisi Hindu Bali.
Seorang remaja perempuan sedang bercermin, memperhatikan giginya usai menjalani prosesi Potong Gigi (Metatah), sebuah ritual sakral dalam tradisi Hindu Bali. (Foto: Moonstar)

Keluarga besar biasanya turut hadir mendampingi anak-anak muda yang akan melaksanakan upacara ini.

Sebelum ritual utama, peserta menjalani tahap persiapan spiritual berupa melukat ritual pembersihan diri secara lahir dan batin.

Setelah itu, upacara inti dipimpin oleh sulinggih (pendeta Hindu) atau pemangku (pemuka adat), yang akan memotong ujung enam gigi depan bagian atas dengan hati-hati, disertai doa dan mantra suci.


Setelah pemotongan, upacara ditutup dengan
persembahyangan bersama sebagai bentuk permohonan restu dan keselamatan bagi peserta.

Baca juga:
🔗 Melukat di Mata Air Pura Geger: Ritual Penyucian Diri Penuh Aura Mistis

Melestarikan Tradisi di Tengah Arus Zaman

Di tengah derasnya arus globalisasi, masyarakat Bali tetap teguh menjaga tradisi Potong Gigi sebagai wujud penghormatan terhadap leluhur dan ajaran agama.

Baik di desa maupun kota, tradisi ini masih dilakukan, meskipun dalam beberapa kasus telah mengalami penyederhanaan dari segi bentuk dan waktu pelaksanaan.

Namun, nilai-nilai spiritualnya tetap dijaga. Generasi muda pun didorong untuk menjalani tradisi ini sebagai bentuk penguatan identitas budaya dan spiritualitas.

Baca juga:
🔗 Penjaga Tradisi Sejak Dini: Peran Keluarga dalam Menanamkan Budaya Bali pada Anak

Tradisi yang Bertahan di Tengah Modernitas

Upacara Potong Gigi bukan hanya menunjukkan kuatnya akar budaya Hindu Bali, tetapi juga menjadi cerminan bahwa tradisi lokal dapat hidup berdampingan dengan modernitas.

Nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya menjadikan ritual ini bukan sekadar simbol kedewasaan, tetapi juga pijakan moral untuk menjalani kehidupan yang lebih seimbang dan harmonis.

Dengan terus dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi, tradisi Potong Gigi mengukuhkan Bali sebagai daerah yang tidak hanya indah secara alam, tetapi juga kaya secara spiritual dan budaya.

Baca juga:
🔗 Upacara Potong Gigi: Tradisi Sakral Bali

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *