Pulau Bali: Antara Toleransi dan Kearifan Lokal di Tengah Modernisasi

Masyarakat Bali dari berbagai latar belakang hidup berdampingan di tengah suasana adat dan modernisasi.

Denpasar — Pulau Bali, yang dikenal sebagai “Pulau Dewata,” selama berabad-abad mampu menjaga keseimbangan antara spiritualitas lokal dengan arus wisatawan mancanegara. Kehidupan spiritual umat Hindu Bali tetap menjadi jantung budaya pulau ini, namun kedatangan wisatawan yang membawa adat dan kebiasaan berbeda menuntut tingkat toleransi yang tinggi.

Seiring bertumbuhnya popularitas Bali sebagai destinasi wisata, perbedaan budaya semakin mencolok. Salah satu contoh nyata adalah pemandangan yang sering terlihat di Pantai Kuta, di mana wisatawan asing berbikini menikmati pantai di tengah prosesi sembahyang umat Hindu Bali. Menurut Jerinx, seorang musisi dan tokoh masyarakat Bali, toleransi Bali terhadap hal ini memang tinggi. Dalam sebuah podcast, ia menyatakan bahwa meskipun pemandangan tersebut tidak ideal, masih dianggap wajar. Namun, ia menegaskan bahwa kejadian seperti letusan kembang api saat prosesi keagamaan berlangsung adalah sesuatu yang menurutnya tidak masuk akal.

“Toleransi Bali sudah tinggi, tetapi ada batasan-batasan yang seharusnya dijaga untuk menghormati tradisi lokal,” ujar Jerinx. “

Penting bagi seluruh elemen masyarakat di Bali untuk tetap sadar akan keberadaan norma-norma dan nilai-nilai lokal. Keharmonisan Bali tercermin dalam pepatah Indonesia, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.” Menghormati kearifan lokal yang sudah ada sejak lama adalah bentuk apresiasi terbaik bagi pulau yang menawarkan begitu banyak keindahan dan kehangatan bagi semua pengunjung.

Dalam era modernisasi dan terbukanya Bali bagi dunia, perlunya kesadaran bersama untuk menjaga agar spiritualitas Bali tetap menjadi identitas yang utuh dan dihormati. Bagi para pengunjung, menghormati adat dan tradisi yang ada bukan hanya sebuah kewajiban, tetapi juga sebuah penghargaan kepada Pulau Dewata yang telah memberi begitu banyak pengalaman spiritual dan budaya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *