Di tepi Pantai Padanggalak, Bali, Pura Campuhan Windhu Segara bukan sekadar bangunan suci, melainkan saksi bisu perjalanan spiritual seorang pria yang mengubah penderitaan menjadi pengabdian abadi.
Dari Sakit ke Pawisik Suci
Tahun 2002, I Gede Alit Adnyana menghadapi vonis gagal ginjal. Di tengah keputusasaan, ia memilih pantai sebagai tempat perenungan. Di bawah terik matahari, tubuhnya dikubur dalam pasir, jiwanya merintih dalam diam. Di situlah pawisik — pesan ilahi — datang: “Bangunlah pura untuk semua umat.” Dengan sepotong kayu terdampar, ia mulai mendirikan sanggah sederhana. Ajaibnya, penyakitnya sirna. Tubuhnya pulih.
Pengabdian yang Diperjuangkan
Pada 2005, pembangunan pura dimulai. Tanpa dana, hanya bermodalkan keyakinan. Ia, yang kemudian dikenal sebagai Maha Guru setelah 108 hari bertapa, meninggalkan kehidupan duniawi: rumah, keluarga, dan harta benda. “Hidup ini titipan. Tugas saya hanya melayani,” ucapnya. Awalnya, keluarga menentang. Namun waktu mempertemukan kembali hati yang sempat menjauh. Sejak 2010, sang istri diam-diam menjadi penopang setia perjuangannya.
Ruang Inklusif untuk Semua Umat
Diresmikan oleh Gubernur Mangku Pastika pada tahun 2016 dengan restu dari Puri Klungkung, Pura Campuhan Windhu Segara menjadi simbol persatuan lintas keyakinan. Siapa pun boleh datang dan melakukan malukat — ritual pembersihan diri — cukup dengan membawa canang. Di sana, 25 pemangku dari seluruh Bali melayani dengan tulus tanpa pamrih. “Cukup hati yang tulus. Tuhan tak melihat latar, hanya ketulusan,” tegas Maha Guru.
Warisan untuk Generasi
Kini, di usianya yang tak lagi muda, Maha Guru berharap anak-anaknya kelak meneruskan jalan pengabdian. “Mereka harus lebih kuat. Menjaga kesucian adalah tugas abadi.” Dan pesan terakhirnya pun menggema: “Jangan terikat dunia. Kita hanya bertanggung jawab pada Sang Pencipta.”
Kesederhanaan yang Menyembuhkan
Di balik kemegahan arsitektur Pura Campuhan Windhu Segara, kekuatan sejatinya terletak pada kisah di baliknya — pengorbanan seorang manusia biasa yang memilih jalan sunyi. Ia membuktikan bahwa iman dan ketulusan mampu mengubah derita menjadi berkah bagi ribuan jiwa.