Pulau Satonda terletak di Desa Nangamiro, Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Lokasinya berada di lepas pantai utara Pulau Sumbawa.
Pulau ini menawarkan keindahan pantai yang masih alami, pesona bawah laut yang memukau, dan sebuah danau unik yang menyimpan kisah sejarah gunung api purba.
Pulau Satonda terbentuk dari letusan Gunung Satonda yang terjadi belasan ribu tahun silam.
Menariknya, pulau ini banyak menarik perhatian ilmuwan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, khususnya terkait dengan letusan dahsyat Gunung Tambora pada 15 April 1815 dan letusan Gunung Krakatau pada 1883.
Letusan Gunung Tambora sendiri mengguncang sejumlah wilayah dunia, menyemburkan debu vulkanik ke atmosfer hingga mengakibatkan perubahan iklim global dan merobek lapisan ozon.
Pulau Satonda memiliki danau air asin di tengah-tengah pulaunya, dengan luas sekitar 335 hektare dan kedalaman mencapai 86 meter.
Menurut cerita legenda setempat, Danau Satonda dipercaya terbentuk dari air mata penyesalan Raja Tambora, yang murka setelah pinangannya ditolak tanpa mengetahui bahwa wanita yang hendak ia nikahi adalah ibu kandungnya sendiri.
Kemurkaan ini, menurut legenda, mengundang amarah Sang Kuasa yang kemudian menyebabkan meletusnya Gunung Tambora, menciptakan tsunami besar, dan memisahkan daratan menjadi beberapa pulau kecil, termasuk Pulau Satonda.
Di tengah keindahan alamnya yang memukau, terdapat sebuah tradisi unik di Danau Satonda.
Di tepi danau, pengunjung dapat melihat pohon-pohon yang dipenuhi gantungan batu karang, batu alam, hingga botol bekas yang diikat menggunakan tali berwarna-warni.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, batu-batu yang digantung tersebut bukan sekadar hiasan, melainkan melambangkan harapan dan doa yang dipanjatkan.
Semakin besar batu yang diikat, semakin besar pula harapan yang ingin diwujudkan.
Tradisi ini dipercaya membawa keberuntungan, keselamatan, serta pengabulan permohonan bagi mereka yang melakukannya.
Fenomena pohon harapan ini menambah daya tarik Danau Satonda.
Ditambah lagi, keunikan air danau yang terasa asin, meskipun letaknya berada jauh dari laut terbuka, dipercaya terjadi akibat air laut yang meluap masuk ke kawah bekas gunung purba tersebut saat tsunami besar pasca letusan Tambora.
Berjalan menyusuri tepian danau, pengunjung akan disambut suara gemerincing batu yang bergantung tertiup angin, serta pantulan dedaunan di atas air jernih.
Suasana mistis dan damai ini mengundang siapa saja untuk ikut menitipkan harapan mereka di pohon-pohon tersebut.
Kini, Pulau Satonda tidak hanya menawarkan keindahan alam eksotis, tetapi juga pengalaman spiritual yang mendalam dan tak terlupakan.