Pulau Bali sejak lama dikenal sebagai tanah para seniman. Setiap desa memiliki denyut kreativitas yang hidup dari seni tari, ukir, patung, hingga lukis.
Di antara ragam seni yang tumbuh di pulau ini, ada satu bentuk ekspresi unik yang menjadi perhatian, lukisan di atas kulit telur atau yang dikenal dengan egg painting.
Seni ini tidak hanya mencerminkan ketekunan dan ketelitian, tetapi juga mengandung filosofi tentang kehidupan bahwa dari sesuatu yang rapuh sekalipun, dapat lahir keindahan yang luar biasa.
Baca juga:
🔗 Egg Painting Bali: Seni Tradisional yang Menyimpan Cerita Kehidupan dan Spiritualitas
Salah satu tokoh yang menonjol dalam seni egg painting adalah I Wayan Sadra, seniman asal Gianyar yang juga berprofesi sebagai guru seni rupa di SMP Negeri 1 Blahbatuh.
Sejak tahun 1987, Sadra menekuni dunia seni lukis dengan semangat yang tak pernah padam. Namun, perjalanan awalnya tidak selalu mudah.
Harga kanvas yang mahal dan ketatnya persaingan antar pelukis membuatnya berpikir keras mencari jalan lain.
Dalam perenungan dan kepekaan seninya, ia melihat peluang di sekitar kulit telur, bahan sederhana yang sering kali dibuang setelah upacara keagamaan di Bali.
Ide itu muncul saat Sadra menyaksikan tradisi masyarakat Bali yang menempatkan lampu dari telur berlukiskan wayang pada upacara ngaben. Dari sana, muncul gagasan untuk memanfaatkan limbah kulit telur sebagai media lukis.
“Karena kita kalah saing di media kanvas, karena mahal, tiyang (saya) beralih ke media lain yaitu kulit telur,” kenang Sadra.
Sejak saat itu, ia mulai bereksperimen dan menciptakan berbagai lukisan di atas kulit telur. Awalnya hanya sepuluh karya, namun tekad dan konsistensinya membuat karya-karyanya semakin dikenal.
Kini, setelah puluhan tahun berkarya, produk lukisan telur Wayan Sadra telah menembus pasar internasional.
Karyanya diminati oleh kolektor dan pecinta seni dari berbagai negara seperti Jerman, Belanda, Prancis, Argentina, hingga Selandia Baru.
“Jerman, Belanda, Prancis, waktu corona kita sudah ke Argentina, dan terakhir tiyang sudah mendapatkan order 1.500 lukisan kulit telur ke New Zealand,” ujarnya penuh syukur.
Setiap lukisan memiliki keunikan tersendiri ada yang menampilkan motif wayang, kehidupan pedesaan Bali, hingga tema modern yang digarap dengan detail halus di atas permukaan kulit telur yang rapuh.
Kini, melalui galeri miliknya “I Wayan Sadra Egg Painting”, Sadra tidak hanya memamerkan ribuan koleksi lukisan telur, tetapi juga membuka ruang bagi generasi muda untuk belajar dan berkarya.
Anak-anak, pelajar, hingga wisatawan mancanegara bisa merasakan langsung pengalaman melukis di atas kulit telur. Bagi Sadra, berbagi ilmu adalah bagian penting dari perjalanan seninya.
“Kalau kita tidak menularkan, nanti tidak ada yang melanjutkan. Saya ingin anak-anak Bali tahu bahwa seni bisa datang dari hal kecil di sekitar kita,” tuturnya.
Baca juga:
🔗 Generasi Muda Bali Menjaga Tradisi Leluhur
Ketekunan Sadra menginspirasi banyak pelaku UMKM seni dan kerajinan di Bali. Dari bahan yang dianggap tidak berguna, ia mampu menciptakan produk bernilai ekonomi tinggi dan berdaya jual global.
Kisahnya menjadi contoh nyata bahwa inovasi dan kreativitas lokal dapat bersaing di pasar internasional, asalkan dikelola dengan konsistensi dan cinta terhadap budaya sendiri.
Baca juga:
🔗 Darah Seni Mengalir: Perjalanan Kadek Raijaya Triguna Menemukan Nilai Ekonomi dalam Seni Bali
Lebih dari sekadar bisnis, bagi I Wayan Sadra, melukis di atas kulit telur adalah bentuk penghormatan terhadap kehidupan.
Telur melambangkan awal mula kehidupan, dan melalui sentuhan seni, Sadra mengubahnya menjadi simbol keberlanjutan dan keindahan.
Lewat karya-karyanya, ia ingin menunjukkan bahwa keindahan sejati bukan berasal dari kemewahan, melainkan dari kemampuan melihat nilai di balik kesederhanaan.
Perjalanan I Wayan Sadra adalah cerminan dari semangat Bali yang sejati ketekunan, kreativitas, dan penghormatan pada alam serta tradisi. Dari limbah yang dianggap tak bernilai, ia melahirkan karya yang mampu menembus batas budaya dan benua.
Melalui seni egg painting, Sadra tidak hanya menjaga warisan lokal tetap hidup, tetapi juga membuktikan bahwa inovasi bisa lahir dari kesederhanaan.
Ia menunjukkan bahwa keindahan tidak selalu harus besar dan mewah; terkadang justru hadir dari hal kecil yang disentuh dengan ketulusan hati.
Kisahnya menjadi pengingat bagi generasi muda dan pelaku seni di mana pun bahwa ketika kreativitas berpadu dengan konsistensi, karya yang lahir tidak hanya memanjakan mata, tetapi juga menggetarkan jiwa.