Di Ungasan, Bali, darah seni telah mengalir deras dalam diri Kadek Raijaya Triguna sejak ia lahir.
Pemuda berusia 24 tahun (lahir 19 Agustus 2001) ini mewarisi bakat seni dari kakek dan pamannya yang bergelut di dunia ukiran dan dalang wayang.
Meski bakat menggambarnya terlihat sejak kecil, bahkan meraih piala di masa Taman Kanak-kanak, jalan pendidikannya justru membawanya ke aliran lain: Karawitan.
Kecintaannya pada seni terus tumbuh. Di SD dan SMP, ia aktif mengikuti berbagai lomba seni, mengharumkan nama sekolahnya.
Saat memasuki SMK, pilihan jatuh pada jurusan Karawitan di SMK 3 Sukawati (Kokar). Keputusan ini diambil meski harus rela kost di Sukawati, jauh dari rumahnya di Ungasan, demi mengikuti saran orang tua.
Passion ini berlanjut hingga jenjang S1 pada tahun 2019, dan kini Kadek bahkan tengah menempuh S2 sekaligus mempersiapkan tugas akhir skripsi S2-nya, didukung penuh oleh keluarganya.
Baca juga:
🔗 Penjaga Tradisi Sejak Dini: Peran Keluarga dalam Menanamkan Budaya Bali pada Anak
Perjalanan Kadek tidak selalu mulus, tiga tahun lalu, sempat terlintas keraguan dalam benaknya apakah dunia seni mampu menjanjikan masa depan?
Beberapa kali mengikuti kontes, seperti lomba membuat ogoh-ogoh mini bersama tim, berakhir tanpa kemenangan dan dirasakan belum mampu memberikan penghasilan yang memadai.
Pengalaman sempat menyalahkan juri itu menjadi pelajaran berharga. Titik balik datang pada 2023.
Berkat rekomendasi seorang teman, Kadek mendapatkan proyek seni pertamanya yang menghasilkan.
Dari sinilah ia mulai menyadari bahwa seni bisa memiliki nilai ekonomis. “Seni bisa punya nilai ekonomis yang bisa membuat dirinya cukup,” ujarnya, sehingga memantapkan hatinya untuk terus bertahan di jalur ini.
Kecerdasan Kadek terletak pada sikapnya yang tidak membatasi diri. “Curahan seni tidak mesti ke megambel (gamelan),” katanya. Untuk menghindari rasa bosan (“gabut”), ia mencoba berbagai cabang seni di samping fokus pada karawitan.
Hasilnya? Puluhan piala menghiasi rumahnya di Ungasan, terutama yang diraih dalam beberapa tahun terakhir (2021–2023, dan semakin banyak di 2023 hingga sekarang). Prestasinya beragam:
Baca juga:
🔗 Pesta Kesenian Bali 2025: Harmoni Semesta Raya di Tengah Liburan Sekolah
Kadek Raijaya Triguna kini telah menemukan formula pribadinya. Ia menyadari bahwa selain keahlian, relasi memegang peranan krusial dalam membuka peluang ekonomi di dunia seni.
Kemenangan dalam lomba ogoh-ogoh membawanya pekerjaan mengecat. Rekomendasi teman membawanya proyek patung besar. Prestasi di berbagai bidang seni memperluas jejaring dan reputasinya.
Meski penghasilannya dari seni saat ini ia kategorikan sebagai “cukup” untuk kebutuhan sehari-hari dan bulanan, keyakinannya telah pulih.
Darah seni yang diwarisinya tidak hanya berbicara tentang bakat, tetapi juga tentang ketekunan, pembelajaran dari kegagalan, keberanian bereksplorasi, dan pemahaman bahwa seni Bali.
Ketika digeluti dengan strategi dan jaringan yang baik, mampu menjadi sumber penghidupan yang bermartabat.
Kadek Rai adalah bukti nyata generasi muda Bali yang merajut warisan tradisi dengan peluang ekonomi kreatif masa kini. Perjalanannya masih berlanjut, mengalir seperti darah seni dalam dirinya.
Baca juga:
🔗 Pahat yang Berbicara: Komang Mane dan Dedikasi pada Ukiran Gamelan Bali di Gianyar