Penjaga Tradisi Sejak Dini: Peran Keluarga dalam Menanamkan Budaya Bali pada Anak

Anak memegang topeng Barong Bali sambil menirukan gerakan dari video YouTube.
Seorang anak memegang topeng Barong Bali dengan penuh rasa ingin tahu, sambil menyaksikan dan menirukan gerakan yang ia lihat di YouTube. (Foto: Moonstar)

Tradisi di Tengah Arus Modernitas

Di tengah derasnya arus modernitas dan budaya global yang terus membanjiri kehidupan sehari-hari, menjaga tradisi menjadi tantangan yang tidak mudah.

Namun, dalam sebuah momen sederhana seorang anak kecil memegang topeng Barong Bali dengan penuh rasa ingin tahu dan hormat terpancar harapan dan kekuatan dari sebuah warisan budaya yang tak lekang oleh waktu.

Dode dan Anak Lelakinya: Cerita dari Gianyar

Anak ini lahir dari keluarga Bali dan diasuh oleh orang tua yang memiliki komitmen kuat dalam menanamkan akar budaya sejak dini.

Dode, sang ayah yang tinggal di Pejeng, Tampaksiring, Gianyar, memperkenalkan topeng Barong kepada putranya yang baru berusia lima tahun.

Menariknya, hanya melalui tontonan YouTube, sang anak mulai menirukan gerakan dan memainkan topeng tersebut dengan penuh antusiasme.

Topeng Barong: Bukan Sekadar Mainan

Bermain topeng bukanlah sekadar hiburan. Ia adalah perjumpaan dengan sepotong sejarah panjang yang hidup dalam denyut nadi masyarakat Bali.

Topeng Barong bukan mainan biasa; ia merupakan simbol pelindung dan penjaga harmoni antara kebaikan dan kejahatan dalam filosofi Hindu Bali.


Baca juga:
🔗 Topeng Pajegan Karya Agung Seni Sakral Bali


Peran Keluarga: Fondasi Kecintaan pada Budaya

Anak memegang topeng Barong Bali dan menirukan gerakannya dengan semangat.
Dengan rasa ingin tahu yang besar, seorang anak memegang topeng Barong Bali sambil menirukan gerakannya dengan penuh semangat. (Foto: Moonstar)

Menanamkan nilai-nilai budaya tidak cukup hanya melalui teori atau pelajaran di sekolah. Peran orang tua, keluarga, dan lingkungan sekitar menjadi pondasi utama.

Ketika anak diperkenalkan langsung kepada simbol-simbol budaya seperti topeng, tarian, atau upacara adat sejak usia dini, mereka tidak sekadar belajar, tetapi tumbuh bersama nilai-nilai tersebut.

Pakaian si anak yang sederhana, dengan topeng yang dikalungkan di lehernya, memperlihatkan bahwa mencintai budaya tidak harus dalam suasana yang serba formal.

Justru melalui interaksi santai dan penuh kehangatan, anak-anak dapat lebih mudah memahami dan mencintai budayanya sendiri.

Dari Rumah, Budaya Bali Tetap Hidup

Bali bukan hanya destinasi wisata. Ia adalah rumah dari nilai-nilai luhur yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Dan agar warisan itu tetap hidup, semua harus dimulai dari rumah dari tangan kecil yang memegang topeng, dari rasa ingin tahu yang terus dipupuk, dan dari pelukan keluarga yang setia menuntun langkah.

Momen ini menjadi pengingat bahwa penjaga budaya bukan hanya para seniman atau tokoh adat.

Melainkan juga anak-anak yang belajar dengan mata berbinar, dan para orang tua yang sabar menanamkan cinta pada tradisi. Karena menjaga budaya, sejatinya, adalah menjaga jati diri.


Baca juga:
🔗 Peran Perempuan Tenganan Pegringsingan dalam Melestarikan Sosial Budaya Leluhur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *