Tenganan Pegringsingan, salah satu desa Bali Aga di Bali Timur, terkenal karena kemampuannya mempertahankan tradisi leluhur secara utuh hingga saat ini.
Di balik keteguhan adat istiadat yang dijaga turun-temurun, perempuan memegang peran sentral dalam menjaga keberlangsungan sosial dan budaya masyarakat.
Mereka tidak hanya menjadi penjaga tradisi, tetapi juga aktor utama dalam pelestarian warisan budaya, pendidikan nilai adat, dan penguatan identitas masyarakat Tenganan.
Baca juga:
🔗 Kain Gringsing: Warisan Budaya yang Menggerakkan Ekonomi Kreatif
Salah satu warisan budaya paling terkenal dari Tenganan Pegringsingan adalah kain Gringsing, yang dibuat dengan teknik double ikat satu-satunya di Indonesia dan sangat langka di dunia.
Pembuatan kain ini membutuhkan ketelitian, kesabaran, dan pemahaman mendalam tentang filosofi spiritual yang terkandung di dalamnya.
Perempuan Tenganan menjadi tulang punggung dalam proses pembuatan kain ini. Mereka mewariskan keterampilan menenun kepada anak-anak perempuan secara turun-temurun, memastikan bahwa tradisi ini tidak punah.
Selain sebagai identitas budaya, kain Gringsing dipercaya memiliki kekuatan spiritual untuk menangkal pengaruh negatif dan membawa perlindungan.
Dengan demikian, peran perempuan tidak hanya menjaga keterampilan teknis, tetapi juga mempertahankan nilai-nilai sakral yang melekat pada kain ini.
Baca juga:
🔗 Warna Warisan dari Tenganan
Masyarakat Tenganan Pegringsingan dikenal dengan berbagai upacara adat yang masih dilaksanakan dengan ketat, seperti Usaba Sambah, Mekare-kare (perang pandan), dan Ngusaba Nini.
Dalam setiap ritual ini, perempuan memiliki peran vital.
Mereka terlibat dalam:
Keterlibatan perempuan dalam upacara adat tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga memperkuat makna spiritual dan keberlanjutan tradisi.
Baca juga:
🔗 Hari Raya Kuningan: Tradisi Bali yang Penuh Makna
Di dalam keluarga, perempuan Tenganan berperan sebagai pendidik pertama yang mengenalkan nilai-nilai adat kepada anak-anak. Sejak usia dini, anak-anak diajarkan:
Pendidikan ini tidak diberikan melalui sekolah formal, melainkan melalui pengajaran langsung dalam kehidupan sehari-hari, seperti saat membantu orang tua menenun, menyiapkan sesajen, atau mengikuti upacara adat.
Baca juga:
🔗 Desa Penglipuran: Contoh Harmoni Tradisi dan Modernitas
Selain menjaga tradisi, perempuan Tenganan juga berkontribusi dalam pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya. Mereka memproduksi dan memasarkan:
Dengan cara ini, mereka tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan keluarga sekaligus memperkenalkan kekayaan Tenganan kepada dunia luar.
Baca juga:
🔗 Warung Wardani: Pelestari Kuliner Tradisional Bali
Perempuan Tenganan Pegringsingan adalah pilar utama dalam menjaga kelestarian sosial budaya leluhur.
Melalui peran mereka sebagai penenun Gringsing, pelaku upacara adat, pendidik nilai tradisi, dan penggerak ekonomi kreatif, mereka memastikan bahwa warisan budaya tetap hidup dan dihormati.
Tanpa peran aktif perempuan, mungkin banyak tradisi Tenganan telah tergerus zaman. Oleh karena itu, keberadaan mereka tidak hanya penting bagi masyarakat Tenganan, tetapi juga bagi pelestarian budaya Bali secara keseluruhan.
Dengan keteguhan dan dedikasi mereka, perempuan Tenganan Pegringsingan membuktikan bahwa budaya bisa bertahan bahkan berkembang di tangan para penjaga yang penuh cinta.