**Upacara Potong Gigi: Tradisi Sakral yang Tetap Lestari di Tengah Modernisasi**
Bali, sebagai salah satu daerah di Indonesia yang kaya akan budaya dan tradisi, memiliki berbagai upacara adat yang tetap kokoh dipertahankan hingga kini. Salah satunya adalah **Upacara Potong Gigi**, yang dikenal pula dengan sebutan *Mepandes*, *Mesangih*, atau *Metatah*. Upacara sakral ini merupakan bagian dari perjalanan spiritual umat Hindu Bali yang telah memasuki usia remaja dan menjadi salah satu warisan budaya yang hingga kini tetap terjaga meski zaman telah banyak berubah.
Simbol Kesucian dan Kedewasaan
Upacara Potong Gigi memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat Hindu Bali. Ritual ini dilakukan sebagai simbol untuk membersihkan diri dari enam sifat buruk manusia yang dikenal sebagai *Sad Ripu*, yaitu nafsu (*Kama*), keserakahan (*Lobha*), kemarahan (*Krodha*), kesombongan (*Mada*), kebingungan (*Moha*), dan iri hati (*Matsarya*). Dengan pemotongan ujung gigi taring, diharapkan seseorang dapat mengendalikan sifat-sifat buruk tersebut dan memulai kehidupan sebagai individu yang lebih dewasa, baik secara sosial maupun spiritual
.
Prosesi Upacara yang Sarat Makna
Meskipun berbagai modernisasi telah memasuki kehidupan masyarakat Bali, prosesi Upacara Potong Gigi masih dilaksanakan dengan khidmat. Keluarga besar biasanya berkumpul untuk mendampingi anggota keluarga yang akan melaksanakan upacara ini. Seorang **sulinggih** (pendeta Hindu) atau **pemangku** (pemimpin upacara adat) akan memimpin jalannya upacara.
Sebelum ritual utama, peserta upacara menjalani persiapan mental dan spiritual, di mana mereka akan menjalani pembersihan diri atau *melukat*. Setelah itu, proses pemotongan gigi dilakukan dengan hati-hati oleh sulinggih, disertai doa dan mantra. Upacara ini biasanya diakhiri dengan doa bersama untuk memohon berkah dan keselamatan bagi peserta
.
Pelestarian Tradisi di Tengah Arus Modernisasi
Meski Bali mengalami modernisasi yang pesat, Upacara Potong Gigi masih tetap kokoh dilaksanakan. Masyarakat Bali, baik di desa maupun di kota, masih menjaga tradisi ini sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan agama. Di beberapa daerah, meskipun upacara ini telah disederhanakan, esensi sakralnya tetap dipertahankan.
Para generasi muda di Bali pun masih didorong untuk melaksanakan upacara ini, sebagai pengingat akan pentingnya menjaga nilai-nilai spiritual dan budaya. Hal ini menjadikan tradisi Potong Gigi sebagai salah satu bukti bahwa di tengah arus globalisasi, masyarakat Bali masih mampu menjaga jati diri dan kearifan lokal mereka.
Upacara Potong Gigi tidak hanya mencerminkan kuatnya akar budaya Hindu Bali, tetapi juga memperlihatkan bahwa tradisi dan nilai-nilai spiritual dapat terus bertahan dan beradaptasi dengan perkembangan zaman. Tradisi yang sarat makna ini terus mengukuhkan Bali sebagai daerah yang mampu mempertahankan harmoni antara modernitas dan kebudayaan tradisional.