Air Mata di Langit Bali: Kisah Emosional Pencipta Layangan Asal Polandia di Rare Angon Festival 2025

Layangan Janggan dengan ekor panjang menjuntai indah di langit biru, terbang tinggi sebagai simbol tradisi Bali.
Layangan Janggan merupakan salah satu jenis layang-layang tradisional Bali yang memiliki ciri khas berupa ekor panjang yang menjuntai indah di langit. (Foto: Moonstar)

Kontes Rare Angon Festival 2025 di Pantai Mertasari, Sanur, telah usai. Namun, satu kisah menyentuh masih tertinggal di benak banyak orang kisah tentang Alicja, seorang pembuat layangan asal Polandia, yang menangis haru saat menyaksikan layangan janggan khas Bali mengudara untuk pertama kalinya.

Pertemuan dengan Janggan: Saat Emosi Tak Bisa Ditahan

Alicja bukanlah orang asing dalam dunia layang-layang. Ia telah mengunjungi berbagai penjuru dunia, menyaksikan dan bahkan menciptakan layangan-layangan dengan desain unik dan teknik tinggi.

Namun, semua itu belum pernah membuatnya menangis sampai ia melihat janggan, layangan tradisional Bali yang begitu ikonik dengan bentuk panjang dan ekor menjuntai seperti ular naga menari di langit.

“Saya tidak tahu mengapa, tapi saat melihat janggan itu terbang, saya langsung menangis. Saya hanya bisa berdiri dan menyerap momen itu. Ini adalah efek emosional yang tak bisa dijelaskan,” ujarnya sambil mengenang.

Bagi Alicja, layangan janggan bukan sekadar benda yang terbang di langit, tapi simbol kebudayaan yang dalam, spiritualitas, dan keindahan yang menyatu dengan alam.

Layangan itu seakan “bernyawa”, membangkitkan perasaan yang selama ini tak pernah muncul dalam setiap festival layang-layang yang pernah ia hadiri.

Baca juga:
🔗 Tradisi Layangan Bali dan Rare Angon Festival 2025

Perjalanan dari Italia ke Bali: Impian yang Terwujud

Kecintaan Alicja pada layangan Bali bermula dari pertemuan tak terduga dengan Kadek Armika, seorang pegiat budaya asal Bali yang juga dikenal memiliki koleksi layang-layang berbahan organik.

Untuk menerbangkan layangan Janggan, dibutuhkan kerja sama tim yang solid dari belasan hingga puluhan orang karena ukurannya yang besar dan ekornya yang sangat panjang. Foto Moonstar.
Untuk menerbangkan layangan Janggan, dibutuhkan kerja sama tim yang solid dari belasan hingga puluhan orang karena ukurannya yang besar dan ekornya yang sangat panjang. (Foto: Moonstar)

Mereka bertemu dalam sebuah festival di Italia pada tahun 2019. Dari pertemuan itulah, Alicja pertama kali mendengar tentang tradisi layang-layang di Bali, termasuk layangan janggan yang melegenda.

Sejak pertemuan itu, keinginan untuk datang ke Bali dan melihat janggan secara langsung terus menguat.

Dan tahun 2025 menjadi tahun yang istimewa, ketika ia akhirnya menjejakkan kaki di Pulau Dewata dan turut serta dalam Rare Angon Festival di Pantai Mertasari.

“Saya sangat bersyukur. Ini bukan hanya tentang melihat layangan, tapi tentang memenuhi impian yang telah saya simpan selama bertahun-tahun,” kata Alicja.

Lebih dari Sekadar Festival: Keramahan Bali yang Menyentuh Hati

Selain keindahan layangan dan suasana festival yang meriah, ada satu hal lagi yang membuat pengalaman Alicja tak terlupakan, keramahan masyarakat Bali.

Ia merasa disambut dengan hangat, diajak berbicara dengan tulus, dan diberi ruang untuk menjadi bagian dari komunitas lokal meskipun ia datang dari negeri yang jauh.

“Orang-orang disini sangat terbuka, menyapa dengan senyum, dan membuat saya merasa diterima. Pengalaman ini lebih dari sekadar acara, ini adalah pelukan budaya yang hangat,” ujarnya.

Alicja percaya, ia akan kembali ke Bali suatu hari nanti, bukan hanya untuk mengikuti festival, tetapi untuk merasakan kembali getaran emosional yang hanya bisa ditemukan di bawah langit Bali, bersama layangan janggan yang terbang bebas.


Bagi yang penasaran dengan karya dan aktivitas Alicja dalam dunia layangan internasional, termasuk dokumentasi perjalanannya, dapat mengunjungi situs pribadinya di
www.szalsky.eu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *