Bagi Austin Castelaw, ombak bukan sekadar gulungan air laut. Ombak adalah panggilan jiwa, sesuatu yang membentuk cara pandangnya terhadap kehidupan.
Dari sekian banyak pantai yang pernah ia datangi, ombak di Sumbawa, Indonesia, menjadi yang paling berkesan dan menempati ruang istimewa di hatinya.
Austin pertama kali menjejakkan kaki di Indonesia 12 tahun lalu. Saat itu, ia masih muda, penuh energi, dan haus akan petualangan.
Pesona Indonesia mulai dari budaya, alam, hingga lautan menjadi tujuan impiannya. Dari sekian banyak pulau, Sumbawa adalah tempat yang berhasil merebut hatinya.
Ombak-ombak besar yang tersohor di kalangan peselancar dunia seakan menyambut kedatangannya dengan gemuruh yang menggembirakan.
“Dulu saya masih muda, hanya ingin berselancar setiap hari. Rasanya seperti menemukan surga,” kenang Austin sambil tersenyum.
Bagi dirinya kala itu, Sumbawa adalah ruang kebebasan tanpa batas. Hidup berjalan mengikuti irama alam, bangun bersama terbitnya matahari, menghabiskan hari di atas papan selancar, lalu beristirahat ditemani deburan ombak.
Waktu seakan melambat, dan hidupnya hanya berputar pada laut, papan selancar, serta sinar matahari.
Baca juga:
🔗 Pantai Bwanna: Surga Terbaik yang Tersembunyi di Sumba Barat Daya
Namun, waktu membawa banyak perubahan. Austin bukan lagi pemuda lajang yang hidup hanya untuk mengejar ombak.
Indonesia, yang awalnya sekadar menjadi latar petualangannya, perlahan berubah menjadi tempat ia berakar.
Ia menemukan cinta, menikah, dan membangun keluarga di tengah hangatnya budaya lokal. Kini, ia dikaruniai seorang anak yang menambah warna dalam kehidupannya.
Tanggung jawab sebagai suami dan ayah kini berpadu dengan gairah lamanya pada laut. Kehidupan sederhana di pinggir pantai kini dilengkapi dengan tawa anak dan dinamika rumah tangga.
Papan selancar mungkin tidak lagi menjadi satu-satunya fokus, namun laut tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari jati dirinya.
Baca juga:
🔗 Musim Kapas: Metafora Indah tentang Seni Melepas dan Melanjutkan Kehidupan
Meski begitu, kecintaannya pada Sumbawa tak pernah pudar; ia hanya berubah makna. Setiap kali membawa papan selancar ke laut, Austin merasakan syukur yang berbeda.
Ombak yang dulu menemaninya sebagai pemuda pencari tantangan, kini menjadi saksi perjalanan seorang pria dewasa yang penuh tanggung jawab.
Di balik keganasan ombak Sumbawa, ia menemukan ketenangan sekaligus ruang untuk berefleksi.
Laut baginya adalah guru yang mengajarkan kesabaran, kekuatan, dan kerendahan hati pelajaran berharga yang tak hanya berlaku di atas papan selancar, tetapi juga dalam mengarungi kehidupan.
Baca juga:
🔗 Seperti Ombak yang Tak Lelah Menyapu Pantai: Ketekunan yang Menyucikan Hati
Kini, sebuah babak baru tengah menanti. Setelah bertahun-tahun membangun kehidupan di Indonesia, Austin bersama keluarga kecilnya berencana kembali ke Amerika.
Keputusan ini bukanlah hal mudah. Di satu sisi, ia ingin memperkenalkan tanah kelahirannya kepada istri dan anaknya, mencoba kehidupan baru di sana, serta membangun masa depan yang lebih stabil.
Namun di sisi lain, berat rasanya meninggalkan Indonesia terutama Sumbawa, yang telah menjadi rumah kedua sekaligus saksi perjalanan hidupnya.
Meski jarak akan memisahkan, Austin yakin kenangan dan pelajaran hidup dari negeri kepulauan ini akan selalu melekat di hatinya.
Sumbawa memberinya lebih dari sekadar ombak sempurna, pulau ini telah memberinya rumah spiritual.
“Indonesia, terutama Sumbawa, akan selalu ada di hati saya. Ombaknya, orang-orangnya, semua memberi saya begitu banyak pengalaman dan pelajaran hidup. Saya akan kembali suatu hari nanti, karena tempat ini sudah menjadi bagian dari diri saya,” ujarnya penuh keyakinan.
Perjalanan Austin membuktikan bahwa kecintaan pada laut dan ombak mampu melintasi batas negara, bahkan membentuk jalan hidup seseorang.
Bagi dirinya, Sumbawa bukan sekadar destinasi wisata, melainkan tempat di mana ia menemukan makna hidup, cinta, dan keluarga. Sebuah tempat yang akan selalu memanggilnya untuk kembali, suatu saat nanti.