Jangan Lupakan Sejarah: Ketika Bali Diselamatkan Wisatawan Lokal

Bandara I Gusti Ngurah Rai tampak lengang tanpa wisatawan saat pandemi COVID-19 melanda Bali.
Sepi tanpa hiruk-pikuk wisatawan, Bandara I Gusti Ngurah Rai di Bali menjadi saksi bisu bagaimana pandemi COVID-19 menghentikan denyut pariwisata Pulau Dewata. (Foto: Moonstar)

Ketika Wisatawan Lokal Justru Dicurigai dan Disakiti

Baru-baru ini, publik dikejutkan oleh sebuah peristiwa yang menyayat hati.

Dalam sebuah unggahan video TikTok oleh akun @mamaghan, seorang wisatawan lokal menceritakan pengalaman pahitnya saat berkunjung ke Jendela Resto di kawasan Patung GWK, Badung, Bali.

Ia melakukan pembayaran menggunakan metode QRIS dan menerima notifikasi bahwa transaksi berhasil.

Namun, pihak restoran malah menahannya selama beberapa jam dan bahkan menuduhnya sebagai penipu.

Tangis yang terlihat dalam videonya bukan sekadar luapan emosi pribadi, tetapi juga mencerminkan kekecewaan yang dirasakan banyak wisatawan lokal.

Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa perlakuan tidak adil terhadap wisatawan domestik bisa berdampak buruk terhadap citra pariwisata Bali secara keseluruhan.

Kejadian seperti ini tidak boleh dianggap remeh. Ini adalah refleksi penting bagi seluruh pelaku industri pariwisata di Bali dari pemilik restoran dan hotel, sopir taksi, hingga pemerintah daerah.

Jangan pernah melupakan jasa wisatawan dalam negeri. Jangan sampai satu atau dua pengalaman buruk merusak kepercayaan yang selama ini telah dibangun dengan susah payah.

Baca juga:
🔗 Bali Terapkan Aturan Ketat untuk Wisatawan Asing

Saat Bali Sunyi, Wisatawan Lokal Hadir Menyelamatkan

Bali, pulau surga yang dikenal di seluruh dunia, bukan hanya terkenal karena keindahan alam dan kekayaan budayanya, tetapi juga karena daya tahannya dalam menghadapi masa-masa sulit.

Salah satu ujian terberat dalam sejarah pariwisata Bali terjadi saat pandemi COVID-19 melanda dunia.

Ketika pandemi memaksa negara-negara menutup perbatasannya, Bali berubah drastis. Bandara I Gusti Ngurah Rai yang biasanya padat menjadi lengang.

Hotel-hotel berbintang kosong tak berpenghuni. Pantai-pantai yang biasa ramai berubah menjadi sunyi. Ribuan pekerja sektor pariwisata kehilangan pekerjaan. Ekonomi Bali lumpuh.

Namun, dalam keterpurukan itu muncul secercah harapan. Bukan dari luar negeri, melainkan dari dalam negeri sendiri. Wisatawan lokal menjadi yang pertama hadir menyelamatkan Bali.

Wisatawan lokal mengenakan masker saat berbelanja kain tradisional Bali di Desa Penglipuran.
Tampak wisatawan lokal mengenakan masker saat membeli kain khas Bali di Desa Penglipuran. Kehadiran wisatawan domestik kala itu sangat membantu memulihkan roda ekonomi Bali. (Foto: Moonstar)

Saat kebijakan PPKM mulai dilonggarkan secara bertahap, masyarakat dari berbagai daerah Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, hingga kota-kota kecil datang ke Bali.

Mereka tidak hanya menikmati liburan, tetapi juga ikut serta menggerakkan kembali roda ekonomi Bali.

Mereka menginap di hotel-hotel yang nyaris tutup, makan di restoran, serta berbelanja di toko oleh-oleh tanpa banyak menawar. Mereka hadir bukan hanya sebagai konsumen, tetapi sebagai penyokong kehidupan.

Tanpa kehadiran wisatawan lokal saat itu, mungkin banyak pelaku usaha di Bali yang tidak mampu bertahan.

Kehadiran mereka membawa harapan, membangkitkan semangat, dan menjaga agar denyut nadi pariwisata Bali tetap hidup.

Menjaga Bali Tetap Ramah untuk Semua Wisatawan

Wisatawan lokal bukan sekadar “pengganti” ketika turis asing tidak bisa datang. Mereka adalah bagian dari keluarga besar yang telah berjasa membantu Bali bangkit dari keterpurukan.

Mereka datang ketika yang lain menjauh. Mereka bertahan saat yang lain menghindar.

Kini, ketika pariwisata Bali mulai pulih dan wisatawan mancanegara kembali berdatangan, jangan sampai kita melupakan sejarah.

Jangan sampai kita justru bersikap lebih ramah kepada mereka yang datang dari ribuan kilometer, sementara memperlakukan wisatawan dari negeri sendiri dengan curiga dan prasangka.

Kekuatan pariwisata Bali tidak hanya terletak pada panorama alam atau kemegahan budaya, tetapi juga pada kearifan lokal, keramahtamahan yang tulus, dan penghargaan terhadap semua tamu baik dari luar maupun dalam negeri.

Jangan biarkan satu insiden merusak nama baik Bali yang telah susah payah dibangun. Sudah saatnya seluruh pihak melakukan introspeksi dan memperkuat kembali nilai-nilai dasar pariwisata Bali, keramahan, penghormatan, dan kepercayaan.

Baca juga:
🔗 Potret Ketangguhan Warga Bali di Tengah Wisata Dunia

Penutup: Menghormati yang Pernah Menyelamatkan

Bali tidak akan pernah benar-benar jatuh, selama ia tetap menghargai setiap jiwa yang datang dengan niat baik dari manapun asalnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *