Benteng-Benteng Banda Neira: Saksi Bisu Kejayaan Rempah dan Kolonialisme di Maluku

Pemandangan udara memperlihatkan struktur arsitektur benteng yang unik dan simetris.
Arsitektur benteng tampak begitu mengagumkan, terutama saat dilihat dari ketinggian yang memperlihatkan keseluruhan bentuk dan keunikannya. (Foto: Moonstar)

Pulau Banda Neira di Maluku bukan sekadar destinasi alam yang memesona. Ia adalah museum hidup yang merekam jejak kejayaan sekaligus kepedihan sejarah rempah Nusantara.

Di pulau kecil ini, benteng-benteng peninggalan kolonial masih berdiri kokoh, menjadi saksi bisu perebutan pala rempah yang dulu lebih berharga dari emas.

Jantung Perdagangan Rempah Dunia

Hingga abad ke-18, Kepulauan Banda terutama Banda Neira merupakan satu-satunya tempat di dunia yang menghasilkan pala dan fuli.

Keistimewaan ini menjadikan Banda sebagai incaran bangsa-bangsa Eropa. Portugis datang pertama kali pada 1512, disusul oleh Belanda yang kemudian menguasai Banda melalui kekerasan demi memonopoli rempah.

Benteng-benteng yang dibangun kala itu bukan hanya untuk pertahanan, tetapi juga sebagai alat dominasi dan penindasan.

Benteng Belgica: Mahakarya Pertahanan di Atas Bukit

Lokasi: Bukit Tabaleku, barat daya Banda Neira
Dibangun oleh: Portugis, diperluas oleh VOC atas perintah Gubernur Jenderal Pieter Both (1611)


Benteng Belgica mencolok dengan bentuk pentagonal berlapis dua. Lima bastion rendah mengelilingi tembok dalam yang lebih tinggi, lengkap dengan menara di setiap sudut. Dirancang strategis untuk:


  • Mengawasi pelabuhan

  • Menahan perlawanan rakyat Banda

  • Menghalau ancaman dari Inggris

Kini, benteng ini telah direstorasi dan terbuka untuk umum. Pengunjung bisa menyusuri lorong-lorong berkubah, menaiki tembok meriam, hingga menikmati panorama 360 derajat ke arah Gunung Api, Selat Banda, dan kota tua Banda Neira.

Tiket masuk: Rp10.000

Meriam tua terpajang di atas benteng, menghadap ke laut sebagai simbol pertahanan zaman dahulu.
Salah satu meriam tua masih terpajang di atas benteng, menjadi simbol pertahanan masa lalu yang pernah menjaga pulau ini dari serangan musuh. (Foto: Moonstar)

Benteng Nassau: Pusat Awal Kekuasaan VOC

Lokasi: Dekat pusat kota Banda Neira
Dibangun oleh: VOC, tahun 1609

 

Benteng pertama Belanda di Banda ini menjadi pusat administrasi VOC di wilayah timur, termasuk hingga ke Sulawesi.

Namun, ia juga menyimpan kisah tragis. Pada 1609, rakyat Banda yang menolak monopoli rempah menyerang benteng ini.

Serangan tersebut dibalas dengan pembantaian besar-besaran oleh JP Coen pada 1621, yang nyaris melenyapkan penduduk asli Banda.


Kini, yang tersisa hanyalah reruntuhan. Namun justru dari kehancurannya, aura sejarah tetap terasa kuat. Peta asli benteng dari tahun 1651 masih tersimpan di Arsip Nasional Belanda.


Baca juga:
🔗 Bunaken: Surga Bawah Laut di Ujung Utara Sulawesi

 

Benteng di Pulau Hatta: Penjaga Pulau Pengasingan

Lokasi: Pulau Hatta (dulu: Rozengain)
Akses: Naik feri kecil dari Banda Neira (Rp20.000), lanjut jalan kaki atau ojek


Pulau Hatta dikenal sebagai tempat pengasingan tokoh-tokoh pergerakan nasional seperti Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir. Di sinilah Belanda membangun sebuah benteng kecil untuk mengawasi perairan timur Banda.

 

Meski tidak seterkenal Belgica atau Nassau, benteng ini tetap menarik untuk dijelajahi, terutama bagi pecinta sejarah dan penikmat keheningan alam.

Benteng-Benteng Banda: Warisan yang Terus Bernapas

Benteng tua yang kokoh berdiri di Pulau Banda, menjadi daya tarik sejarah dan wisata.
Benteng kokoh ini menjadi salah satu daya tarik utama yang patut dikunjungi saat berada di Pulau Banda. (Foto: Moonstar)

Benteng-benteng di Banda bukan sekadar bangunan tua yang membisu. Mereka adalah penutur kisah sejarah Nusantara yang masih hidup hingga kini.

Masing-masing merekam:

Kejayaan dan Kekejaman Kolonialisme

Kisah kejayaan perdagangan rempah berpadu dengan tragedi rakyat Banda yang dijadikan budak, dibantai, dan diusir dari tanah kelahiran mereka.

Arsitektur dan Ketahanan

Benteng Belgica menunjukkan bagaimana teknik arsitektur Eropa diadaptasi dengan lingkungan tropis. Restorasi pada 1990-an menjadi bukti komitmen pelestarian sejarah.

Destinasi Wisata Sejarah

Benteng-benteng ini menjadi poros wisata budaya Banda Neira, bersama gereja tua, rumah pengasingan, dan rumah budaya. Sejak 1995, kawasan ini telah dicalonkan menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO.

Panggung Seni Masa Kini

Fort Belgica kerap menjadi lokasi pertunjukan seni, festival, dan teater, menjembatani masa lalu dan masa kini lewat kreativitas.

Simbol Ketangguhan

Meski berkali-kali dihantam gempa, badai, dan letusan Gunung Api terakhir (1988), benteng-benteng ini tetap berdiri menjadi simbol keteguhan masyarakat Banda dalam menjaga warisan leluhur mereka.

Banda Neira bukan sekadar pulau kecil di ujung timur Indonesia. Ia adalah panggung besar sejarah dunia di mana rempah, darah, dan harapan pernah bersatu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *