Komunitas Dapur Jaba Paon lahir dari kepedulian masyarakat Kaliasem. Nama βJaba Paonβ diambil dari sebuah tempat di Kaliasem yang menjadi titik awal terbentuknya komunitas ini.
Selama lebih dari lima tahun, Dapur Jaba Paon konsisten hadir dalam berbagai peristiwa kemanusiaan.
Awalnya, komunitas ini terbentuk pada April 2020, di sebuah warung ikonik bernama Bencingah Gede, tepat saat pandemi Covid-19 melanda.
Ketika itu, sejumlah mahasiswa dari berbagai kampus seperti Universitas Udayana dan Universitas Warmadewa yang sebagian besar merupakan perantau, datang berkeluh kesah kepada para senior sekaligus pemilik warung.
Akibat penutupan akses keluar-masuk Bali (close border), mereka tertahan dan tidak bisa pulang kampung.
Baca juga:
π Hidup Kadang Meruntuhkan Apa yang Kita Bangun, Tapi dari Puing-Puing Itulah Tekad Baru Bisa Lahir
Melalui berbagai upaya, akhirnya komunitas dadakan di Bencingah Gede berhasil mengumpulkan banyak stok sembako yang kemudian dibagikan kepada para mahasiswa pendatang.
Namun, masalah baru muncul: bantuan sembako hanya bertahan dua hari. Para mahasiswa kembali ke Kaliasem dengan keluhan lain, mereka tidak bisa memasak karena tidak memiliki peralatan dapur.
Di saat bersamaan, warung Bencingah Gede juga terpaksa ditutup, bahkan harus merumahkan karyawan padahal baru enam bulan beroperasi sejak Oktober 2019. Dua persoalan besar ini akhirnya bertemu, dan justru melahirkan solusi.
Para juru masak Bencingah Gede bersama para mahasiswa bersinergi membentuk dapur umum relawan di Kaliasem.
Dari sinilah lahir Dapur Jaba Paon, yang menyediakan makanan siap saji untuk dibagikan kepada mahasiswa dan masyarakat non-penduduk yang terdampak pandemi, baik saat penerapan PSBB (2020) maupun PPKM (2021).
Seiring perjalanan waktu, Dapur Jaba Paon menjalin kerja sama dengan sejumlah institusi, termasuk Brimob dan Tagana.
Dalam berbagai peristiwa kemanusiaan, mereka selalu hadir. Baru-baru ini, ketika banjir melanda Bali pada Rabu, 10 September 2025, tim Dapur Jaba Paon mendirikan dapur lapangan di depan Mako Brimob.
Dari sana, mereka memasak dan membagikan makanan untuk warga terdampak, khususnya di sekitar banjar dekat markas.
Baca juga:
π Banjir Bali: Pemerintah Tetapkan Status Tanggap Darurat, BMKG Prediksi Musim Hujan Datang Lebih Awal
Menurut Anggi (45), sekretaris komunitas, Dapur Jaba Paon sudah banyak menghadapi situasi bencana, mulai dari banjir di Jembrana hingga erupsi gunung.
Dari pengalaman itu, mereka belajar bahwa dalam keadaan darurat, pemenuhan kebutuhan makan adalah hal paling mendasar agar orang tetap mampu bertahan dan melanjutkan aktivitas.
Salah satu langkah nyata yang pernah mereka lakukan adalah mendirikan dapur umum di Kaliasem bekerja sama dengan Polda Bali dan Dinas Sosial.
Dari dapur umum tersebut, berbagai bantuan logistik mulai dari beras, minyak, hingga kebutuhan pokok lain dikelola untuk masyarakat terdampak.
Bahkan, Dapur Jaba Paon pernah membuka dapur umum khusus bagi para seniman yang saat itu sangat membutuhkan dukungan di tengah krisis.
Baca juga:
π Dapur Lapangan Brimob Polda Bali Hadirkan Ratusan Porsi Makanan untuk Warga Terdampak
Kini, meski hanya memiliki sekitar 10 anggota inti, semangat kebersamaan dan kepedulian mereka tidak pernah padam.
Setiap kali terjadi bencana atau peristiwa kemanusiaan, Dapur Jaba Paon selalu siap bergerak. Dengan komitmen yang kuat, mereka memasak, membagikan makanan, dan menghadirkan solusi sederhana namun penuh makna bagi masyarakat yang membutuhkan.
Kiprah komunitas seperti ini seharusnya menjadi inspirasi sekaligus dukungan nyata bagi program pemerintah, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).
Harapannya, pemerintah dapat melihat peran komunitas akar rumput seperti Dapur Jaba Paon, yang secara konsisten menunjukkan aksi nyata dalam membantu masyarakat.