Desa Tenganan Pegringsingan: Menjaga Warisan Leluhur di Tengah Arus Modernisasi

Perang Pandan di Desa Tenganan sebagai bagian dari Usaba Sambah 2025.
Perang Pandan merupakan salah satu acara puncak dalam perayaan Usaba Sambah di Desa Tenganan yang berlangsung pada 22–23 Juni 2025. (Foto: Moonstar)

Teguh di Tengah Arus Zaman

Di tengah derasnya arus modernisasi yang mengikis banyak nilai-nilai tradisional, Desa Tenganan Pegringsingan di Bali tetap teguh berdiri sebagai penjaga warisan budaya leluhur.

Terletak di Kabupaten Karangasem, desa ini dikenal sebagai salah satu desa Bali Aga, yaitu komunitas asli Bali yang mempertahankan adat-istiadat sebelum masuknya pengaruh Majapahit ke Pulau Dewata.

Awig-Awig: Tulang Punggung Kehidupan Sosial

Ciri khas Tenganan Pegringsingan terletak pada tata kelola desa yang berlandaskan hukum adat (awig-awig) yang diwariskan secara turun-temurun.

Hukum adat ini tidak hanya mengatur kehidupan sosial, tetapi juga struktur organisasi desa, ritual keagamaan, hak waris, hingga pengelolaan sumber daya alam.

Dalam masyarakat Tenganan, keputusan penting diambil secara kolektif melalui forum musyawarah yang menjunjung tinggi semangat kebersamaan dan mufakat.


Baca juga:
🔗 Peran Perempuan Tenganan Pegringsingan dalam Melestarikan Sosial Budaya Leluhur


Usaba Sambah: Tradisi yang Menyatukan

Salah satu bentuk nyata pelestarian tradisi adalah ritual keagamaan dan upacara adat yang masih dijalankan dengan khidmat.

Perempuan desa mengenakan busana adat sebagai simbol pelestarian budaya.
Keberadaan perempuan-perempuan desa yang tetap setia mengenakan busana adat menjadi salah satu alasan tradisi ini terus bertahan di tengah arus modernisasi. (Foto: Moonstar)

Perayaan seperti Usaba Sambah, yang berlangsung selama satu bulan penuh, menjadi ajang sakral yang menyatukan unsur seni, budaya, dan spiritualitas.

Dalam upacara ini, warga mengenakan busana adat khas, membawa sesajen berupa buah dan hasil bumi, serta memainkan gamelan selonding alat musik kuno yang hanya dimiliki oleh desa-desa Bali Aga.

Saat ini, proses pelaksanaan Usaba Sambah telah dimulai, dengan berbagai persiapan dan agenda yang dirancang secara detail.

Puncak dari rangkaian upacara ini akan berlangsung pada 22–23 Juni 2025, ditandai dengan tradisi perang pandan, menurut penuturan Mang Jhony, salah satu warga desa Tenganan Pegringsingan.

Gringsing: Tenun Magis Warisan Leluhur

Kehidupan masyarakat Tenganan juga sangat erat kaitannya dengan kerajinan tradisional, terutama tenun double ikat atau gringsing yang hanya diproduksi di desa ini.

Kain gringsing telah diakui dunia sebagai warisan budaya yang langka. Proses pembuatannya sangat rumit dan bisa memakan waktu bertahun-tahun untuk menghasilkan sehelai kain.

Gringsing dipercaya memiliki kekuatan magis dan kerap digunakan dalam upacara-upacara suci.


Baca juga:
🔗 Warna Warisan dari Tenganan


Keseimbangan antara Tradisi dan Wisata

Pria Tenganan mengangkat babi guling dan sesajen menuju pura sebagai bagian dari tradisi adat.
Pria Tenganan membawa babi guling dan sesajen ke pura, wujud gotong royong menjaga tradisi leluhur. (Foto: Moonstar)

Menariknya, di saat banyak desa terbuka terhadap modernisasi dan pariwisata massal, Tenganan justru memilih untuk membatasi akses dan menjaga orisinalitasnya.

Wisatawan boleh datang dan belajar, namun tetap berada di bawah pengawasan serta aturan adat yang ketat.

Pendekatan ini menjadikan Tenganan sebagai model desa adat yang mampu beradaptasi tanpa kehilangan jati diri.

Semangat Perempuan, Semangat Komunitas

Kehadiran perempuan-perempuan desa yang masih mengenakan busana adat dan berkumpul di bale banjar (sebagaimana tergambar dalam foto) menjadi bukti bahwa semangat kebersamaan dan peran sosial masih dijaga dan dihargai.

Di balik senyum mereka, tersimpan kekuatan kolektif untuk menjaga nilai-nilai luhur agar tetap hidup di tengah zaman yang terus berubah.

Simbol Harmoni Tradisi dan Masa Depan

Desa Tenganan bukan sekadar tempat tinggal, tetapi merupakan benteng budaya yang mengajarkan bahwa akar tradisi tidak harus dilenyapkan oleh modernisasi.

Justru, keduanya dapat berdampingan secara harmonis asal dijaga dengan kesadaran dan cinta terhadap warisan leluhur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *