Perjalanan Hidup dan Seni: Dua Dekade Mengarungi Dunia Fotografi

Foto karya saya yang terpilih sebagai Best Photo of the Day di The Guardian, momen yang sangat membanggakan.
Salah satu karya foto yang paling membanggakan—terpilih sebagai Best Photo of the Day di situs The Guardian

Sejak 2003, saat jari-jari ini pertama kali menekan tombol shutter, hidup saya seakan memasuki labirin yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Fotografi bukan sekadar hobi atau keterampilan ia menjadi jalan hidup.

Melalui kamera, saya menjelajah ribuan cerita, menghadapi drama, dan menyusuri lika-liku yang membentuk siapa saya hari ini. Dari seorang pemula yang gagap cahaya, hingga kini masih setia bahkan bergelut dalam dunia yang penuh kejutan ini.

Awal yang Tak Direncanakan: Dari Kuliah, Kecanduan, hingga Profesi

Tahun 2003 adalah titik balik. Saat itu, saya hanya ingin mencoba sesuatu yang baru. Di semester pertama kuliah, saya berkenalan dengan kamera analog. Tanpa ambisi besar hanya rasa penasaran: bisakah saya membekukan momen menjadi cerita?

Jawabannya: bisa.

Foto Jokowi dan Ahok saat Pilgub DKI, karya yang jadi sampul utama Tabloid Nova.
Karya fenomenal saya saat memotret Jokowi dan Ahok dalam momen Pilgub DKI terbit sebagai sampul utama Tabloid Nova

Foto-foto awal saya penuh kesalahan: pencahayaan kacau, komposisi berantakan, objek blur. Tapi justru dari situ saya jatuh cinta. Fotografi mengajarkan saya kesabaran, serta melatih mata untuk melihat keindahan dalam hal-hal yang sering luput dari perhatian.

Naik Turun Karier: Dari Panggung Terang ke Lorong Kelam

Karier di dunia fotografi berputar seperti roda kadang di atas, kadang di bawah. Saya pernah merasakan euforia saat karya dimuat di media nasional dan internasional, atau tampil dalam kampanye perusahaan besar.

Tapi saya juga pernah nyaris menjual kamera karena tekanan finansial, atau hampir menyerah akibat kritik yang menyakitkan.

Namun drama terbesar datang dari dalam diri: Apakah saya cukup baik?
Pertanyaan itu kerap menghantui saat melihat karya orang lain.

Karya foto dimuat di majalah inflight Lion Air dan Batik Air.
Beberapa karya saya turut menghiasi majalah inflight Lion Air dan Batik Air, menemani cerita para penumpang di udara

Tapi saya belajar satu hal penting: konsistensi adalah kunci. Skill bisa diasah, tapi ketangguhan mental hanya tumbuh lewat ketekunan dan keberanian untuk terus mencoba.

Dunia Korporat vs Jiwa Bebas

Bekerja di perusahaan besar memberi saya banyak pelajaran: fasilitas lengkap, jaringan luas, dan kolaborasi dengan talenta hebat. Tapi saya juga menyadari bahwa dunia kreatif tak selalu bebas.

Ide bisa terpangkas demi kepentingan klien, karya harus tunduk pada anggaran. Dari situ saya belajar: menjadi kreatif berarti juga bisa lentur dalam keterbatasan.

 

Namun, momen paling memuaskan justru datang ketika karya saya “dilihat dunia”: foto jurnalisme yang dipajang di galeri Eropa, atau potret budaya Indonesia yang viral di media sosial.

Foto Pura Lempuyang menampilkan keindahan spiritual Bali.
Karya saya di Pura Lempuyang pernah terpajang di situs internasional, menyoroti sisi spiritual Bali dalam satu bingkai penuh makna

Saat itulah saya sadar, fotografi bukan hanya soal estetika tapi juga suara. Setiap bidikan adalah cara saya berteriak: “Inilah keindahan yang sering dilupakan dunia!”

Hidup adalah Roda: Kadang di Atas, Sering Kali Menggelinding

Filosofi roda kehidupan benar-benar saya rasakan. Saya pernah diundang menjadi pembicara di Bandung Creative Hub dan dianggap sebagai fotografer yang berbagi wawasan.

Tapi saya juga pernah harus menerima job pernikahan dengan bayaran seadanya, atau menjalani kerja serabutan demi menyambung hidup.

Namun justru di titik-titik rendah itu saya menemukan makna terdalam dari fotografi: keterhubungan.

Karya foto Mahendra Moonstar untuk MantraBali, menggambarkan esensi Bali melalui dua dekade pengalaman dan wawasan.
Salah satu karya foto saya di 2025 untuk MantraBali menyajikan cerita Bali melalui pengalaman dan wawasan dua dekade

Saat memotret nenek penjual kue di pasar, atau anak-anak yang berlarian di sawah, saya sadar: kamera bukan hanya alat untuk menjual keindahan, tapi juga cermin jiwa manusia.

Dua Dekade Bukan Akhir, Melainkan Awal yang Baru

Kini, tahun 2025, saya masih di sini. Masih memegang kamera, masih berburu cerita, masih menyusun cahaya dan bayangan dalam bingkai kecil bernama foto.

Saya sedang mengisi kanal pribadi di Mantra Bali, sebagai ruang untuk memotret Bali melalui lensa pengalaman dua dekade.

 

Fotografi telah menjadi cermin yang menunjukkan siapa saya dan mengajari bagaimana menjadi manusia yang lebih peka.

Tiga Pelajaran untuk Siapa Pun yang Baru Memulai

Mahendra Moonstar memotret suasana nyata Pasar Badung Bali dengan timbangan tua dan hiruk-pikuk khas pasar tradisional.
Di balik timbangan tua dan keramaian pagi, Mahendra Moonstar menemukan potret kejujuran yang tak lekang oleh waktu di Pasar Badung
  1. Jangan Takut Jelek. Semua karya awal saya buruk. Tapi dari situlah proses tumbuh dimulai.
  2. Drama adalah Bahan Bakar. Kritik, penolakan, dan kegagalan mengasah mental.
  3. Cintai Proses, Bukan Hanya Hasil. Fotografi adalah perjalanan panjang, bukan garis akhir.

Penutup: Hidup adalah Pilihan untuk Terus Bergerak

Hidup memang seperti roda. Tapi kitalah yang memutuskan: mau diam di tempat, atau berani terus menggelinding meski medan di depan belum jelas.

Saya memilih untuk terus menggelinding.

“Selama masih ada cahaya, selama masih ada cerita, saya akan tetap memotret.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *