Lokasi: Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali Tahun Penemuan: 1923 oleh LC Heyting Goa Gajah merupakan situs arkeologi bersejarah yang berfungsi sebagai tempat ibadah.
Tidak mengherankan, jika Goa Gajah yang juga dikenal sebagai Situs Pura Goa Gajah menjadi salah satu destinasi wisata yang menarik perhatian wisatawan berkat nilai sejarah dan keunikannya.
Nama Goa Gajah berasal dari istilah “Lwa Gajah” yang disebutkan dalam lontar Negarakertagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi.
Dalam bahasa Indonesia, “Lwa” berarti sungai, sedangkan “Gajah” merujuk pada wihara, yakni tempat pemujaan para Biksu beragama Buddha.
Dengan demikian, “Lwa Gajah” dapat diartikan sebagai tempat pertapaan Biksu Buddha yang berlokasi di tepi sungai.
Goa Gajah pertama kali ditemukan berdasarkan laporan seorang pejabat Hindia Belanda bernama LC Heyting pada tahun 1923.
Berdasarkan peninggalan arkeologi, situs ini diperkirakan dibangun pada pertengahan abad ke-9 Masehi, jauh sebelum masa pemerintahan Raja Anak Wungsu (1049–1077 M).
Pada perkembangannya, Goa Gajah diyakini sebagai tempat ibadah yang menggabungkan unsur kepercayaan Hindu dan Buddha.
Sebagai peninggalan arkeologi, Goa Gajah menawarkan berbagai daya tarik yang terbagi dalam empat kompleks utama:
Bagian depan mulut gua dihiasi ukiran batu berbentuk sulur daun, batu karang, babi, kera, dan sosok raksasa.
Ornamen ini memperkuat kesan mistis dan sakral dari situs ini.
Berjarak sekitar 11 meter di sebelah selatan gua, terdapat tiga kolam pemandian yang dipisahkan oleh tembok rendah.
Setiap kolam dilengkapi arca pancuran, dengan total enam buah arca.
Air kolam berasal dari sumber mata air yang terletak 100 meter di sebelah timur gua.
Di sekitar mulut gua, terdapat sejumlah artefak penting, seperti arca Ganesha, arca Dwarapala (penjaga gerbang), serta batu silinder.
Selain itu, terdapat arca raksasa, arca Ganesha, dan arca Dewi Hariti yang ditempatkan di pelinggih di sebelah barat gua.
Berlokasi di lembah di sebelah selatan kolam pemandian, kompleks ini mengarah ke Sungai Petanu.
Di area ini ditemukan ceruk pertapaan dan berbagai relief arkeologi, seperti relief susun tiga belas, relief stupa bercabang tiga, serta fragmen arca Buddha.
Temuan ini memperkuat bukti bahwa Goa Gajah dulu digunakan untuk ritual keagamaan Buddha.
Untuk menikmati keindahan Goa Gajah, pengunjung dikenakan tiket masuk sebesar:
Bagi yang membawa kendaraan, tersedia tarif parkir:
Menghormati kesakralan Goa Gajah sebagai bagian dari Pura Hindu Bali, pengunjung diwajibkan mengenakan sarung dan selempang saat memasuki kawasan.
Sarung dan selempang bisa disewa di lokasi dengan harga Rp15.000.
Goa Gajah berjarak sekitar 38,7 kilometer dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, dengan waktu tempuh kurang lebih 55 menit.
Rute perjalanan melewati Tol Mandara, Jalan Bypass Ngurah Rai, Jalan Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, hingga Jalan Raya Goa Gajah.