Gus Teja, seniman seruling asal Bali, telah mengukir namanya di kancah internasional melalui dedikasi 40 tahun menggeluti alat musik tradisional tersebut.
Karyanya tak hanya memukau masyarakat Indonesia, tetapi juga menghiasi panggung seni dunia, termasuk momen bersejarah ketika ia memainkan seruling di Istana Negara sebuah kebanggaan yang ia rasakan sebagai puncak pengabdiannya pada musik.
Ketertarikan Gus Teja pada musik telah terlihat sejak kanak-kanak. Dalam dokumenter yang tayang di YouTube, ia bercerita tentang sang ayah yang mendukung bakatnya dengan membuatkan seruling bambu sederhana.
Meski awalnya seruling buatan ayahnya tak mengeluarkan suara, kegagalan itu justru memicu tekadnya untuk terus belajar.
“Saat itulah saya sadar: saya harus menciptakan seruling sendiri,” kenangnya.
Dengan ketekunan, Gus Teja mempelajari karakteristik bambu, eksperimen dengan ukuran lubang, hingga akhirnya berhasil menciptakan seruling khas yang sesuai dengan gayanya.
Seluruh alat musik yang ia mainkan kini adalah hasil karyanya sendiri sebuah bukti komitmennya dalam menguasai seni sekaligus kerajinan seruling.
Perjalanan karirnya tidak selalu mulus. Di masa awal, ia memberanikan diri mengorbankan tabungan keluarga untuk merekam album perdana. Ribuan keping CD ia produksi dan tawarkan ke toko musik secara mandiri.
Langkah berisiko itu berbuah manis: karya tersebut menarik perhatian pecinta musik, membuka jalan bagi tawaran pentas di dalam dan luar negeri.
Kini, di usianya yang tak lagi muda, Gus Teja fokus pada pewarisan ilmu. Ia aktif melatih anak-anak Bali, termasuk putra-putrinya sendiri, untuk melestarikan seni seruling.
“Bali telah memberiku segalanya. Lewat seruling, aku ingin dunia tetap mengenal kearifan leluhur kita,” ujarnya.
Tak berhenti di musik, Gus Teja menjalin kolaborasi dengan seniman tari Bali. Ia kerap mengiringi pertunjukan tari tradisional dengan alunan seruling, menciptakan harmoni yang memperkuat identitas budaya.
Baginya, sinergi ini adalah cara menjaga agar ritual dan kesenian Bali tetap hidup di era modern.
Di balik kesuksesannya, Gus Teja tetap rendah hati. Ia berpesan kepada generasi penerus untuk tidak kehilangan jati diri:
“Berkaryalah dengan berani, tetapi jangan tinggalkan ajaran leluhur. Di tangan kalianlah, budaya Bali akan terus bernafas.”