Di belahan barat Provinsi Gorontalo, tersembunyi sebuah perkampungan unik yang tampak seperti melayang di atas laut Kampung Bajo Torosiaje.
Terletak di Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, kampung ini menjadi cerminan nyata bagaimana manusia bisa hidup selaras dengan laut, bukan hanya sebagai sumber daya, tetapi sebagai ruang hidup yang utuh dan sakral.
Kampung ini dihuni oleh Suku Bajo, etnis maritim yang sejak berabad-abad silam dikenal sebagai pengembara lautan.
Bagi orang Bajo, laut adalah rumah, guru, dan sahabat. Mereka memiliki pemahaman mendalam terhadap arus, bintang, musim, dan bahasa alam yang hanya bisa dipelajari melalui pengalaman turun-temurun.
Torosiaje sendiri dulunya hanyalah titik persinggahan. Namun seiring waktu, mereka memilih menetap dan membangun kehidupan terapung.
Rumah-rumah panggung dari kayu berdiri kokoh di atas air, saling terhubung oleh jembatan kayu yang membentang sepanjang ratusan meter.
Tidak ada jalan darat di sini, semua aktivitas berjalan kaki di atas jembatan atau menggunakan perahu.
Menginjakkan kaki di Torosiaje serasa memasuki dunia lain. Deretan rumah berwarna-warni dengan atap merah dan biru berdiri rapi di atas tiang-tiang kayu yang tertancap di laut dangkal.
Di sela-sela rumah, anak-anak berlarian, terkadang melompat langsung ke air jernih untuk berenang.
Para ibu menjemur hasil laut, sementara para pria sibuk memperbaiki perahu atau bersiap melaut.
Fasilitas publik seperti sekolah, masjid, dan posyandu juga dibangun terapung. Bahkan dermaga menyambut pengunjung pun dibuat dengan desain estetis, menampilkan ciri khas arsitektur pesisir yang ramah dan bersahaja.
Keunikan ini membuat Torosiaje bukan hanya tempat tinggal, tapi juga ruang hidup sosial, spiritual, dan ekologis.
Torosiaje kini mulai dikenal sebagai destinasi wisata berbasis budaya dan edukasi. Pengunjung yang datang bisa menyusuri jembatan-jembatan kayu sambil berinteraksi langsung dengan warga lokal.
Menikmati hasil laut segar seperti ikan bakar atau kepiting rajungan, belajar membuat jaring tradisional, hingga mendengar kisah-kisah laut yang menjadi bagian dari kearifan lokal.
Sunset di Torosiaje adalah momen magis yang sulit dilupakan. Sinar jingga yang memantul di permukaan laut, siluet rumah-rumah panggung, dan angin laut yang tenang menciptakan suasana kontemplatif seakan mengajak kita merenungi hubungan manusia dengan alam.
Baca juga:
🔗 Malam Hari Mencari Nike: Tradisi yang Masih Hidup di Pantai Gorontalo
Untuk mencapai Kampung Bajo Torosiaje, pengunjung dapat melakukan perjalanan darat dari Kota Gorontalo menuju Kecamatan Popayato, yang memakan waktu sekitar 10–12 jam perjalanan darat.
Dari dermaga kecil di pesisir, perjalanan dilanjutkan dengan perahu menuju kampung terapung Torosiaje, yang dapat ditempuh dalam waktu sekitar 10–15 menit.
Meski perjalanannya panjang, pengalaman yang ditawarkan sepadan. Kampung ini memberi perspektif baru tentang bagaimana komunitas tradisional bisa bertahan dan berkembang di tengah arus modernisasi, tanpa kehilangan akar budayanya.
Kampung Bajo Torosiaje bukan sekadar destinasi. Ia adalah pelajaran hidup. Tentang adaptasi, kebersahajaan, dan keteguhan menjaga warisan.
Di tengah laut yang tenang dan langit yang luas, Torosiaje menyimpan pesan bahwa manusia bisa hidup seimbang dengan alam, jika ia memilih untuk mendengar, merawat, dan bersyukur.
Menyusuri Torosiaje adalah menyusuri identitas Indonesia yang majemuk, di mana laut bukan pemisah, melainkan pemersatu.
Sebuah perkampungan kecil yang mengingatkan kita: bahwa rumah sejati bukan terletak di atas tanah, tapi pada nilai yang kita pegang bersama.