Di balik aksi melompati tumpukan batu setinggi dua meter lebih di tanah Nias, tersimpan warisan budaya yang tidak hanya mencerminkan kekuatan fisik, tetapi juga taksu jiwa kharisma spiritual yang menyatu dengan keberanian, kehormatan, dan identitas leluhur.
Tradisi Fahombo atau lompat batu berasal dari budaya masyarakat Nias, khususnya di daerah Nias Selatan.
Awalnya, ini adalah bentuk pelatihan militer bagi para pemuda desa untuk mempersiapkan diri menghadapi peperangan antar-suku.
Namun, seiring waktu, lompat batu menjadi sebuah ritus peralihan tanda bahwa seorang anak laki-laki telah dewasa secara fisik dan spiritual, layak dihormati dan diakui oleh masyarakatnya.
Lompatan ini bukan hanya sekadar gerakan tubuh. Ia adalah simbol dari keberanian, kekuatan batin, dan kemampuan untuk menaklukkan rasa takut.
Seorang pemuda yang melompati batu dengan gagah tidak hanya menunjukkan bahwa ia kuat, tetapi juga bahwa ia memiliki taksu jiwa yang hidup dalam budaya dan menyatu dengan alam, leluhur, dan komunitas.
Dalam budaya Bali, “taksu” adalah kekuatan spiritual yang membuat seseorang bercahaya dalam apa yang dilakukannya.
Meski berasal dari ranah budaya yang berbeda, konsep ini terasa selaras dalam tradisi Fahombo di Nias.
Para pemuda yang melompati batu melakukannya bukan hanya dengan tenaga, tetapi dengan keyakinan dalam jiwa, rasa hormat kepada leluhur, dan dedikasi terhadap tradisi.
Dari sudut pandang ini, lompatan tersebut menjadi sebuah meditasi dalam gerakan wujud kesadaran penuh akan tubuh, jiwa, dan warisan budaya.
Seperti para penari sakral Bali yang tak hanya menari dengan tubuh, tetapi juga dengan roh, para pelompat batu Nias melompat dengan jiwa mereka yang menyala.
Baca juga:
🔗 Taksu Jiwa: Tirta sebagai Panggilan Ruh dalam Seni Pertunjukan Bali
Hari ini, tradisi lompat batu tetap dilestarikan, baik sebagai pertunjukan budaya maupun sebagai bentuk pendidikan karakter bagi generasi muda.
Tugu batu yang dulunya merupakan saksi kesiapan perang, kini menjadi panggung untuk membangkitkan semangat, kebanggaan, dan jati diri etnis Nias.
Di era modern yang kerap menggerus nilai-nilai tradisi, lompatan ini tetap berdiri tegak seperti batu-batu yang disusun dengan kokoh.
Ia mengingatkan bahwa kekuatan sejati bukan hanya terletak pada otot, tetapi pada jiwa yang terhubung dengan akar budaya dan nilai luhur.
Lompat batu Nias adalah lebih dari sekadar atraksi budaya atau olahraga tradisional. Ia adalah taksu dalam bentuk yang nyata energi jiwa yang menjelma dalam tradisi, keahlian, dan keberanian.
Setiap lompatan adalah penghormatan kepada masa lalu dan janji kepada masa depan: bahwa warisan leluhur akan terus hidup selama kita tetap menjaganya dengan jiwa yang menyala.