Odalan adalah hari ulang tahun pura. Ia bukan sekadar perayaan, melainkan puncak penghormatan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan para dewa yang berstana di pura.
Di tengah kekhidmatan persembahyangan, lantunan doa, dan aroma sesaji, terdapat satu tradisi luhur yang menjadi tulang punggung spiritual dari seluruh rangkaian upacara: Ngayah.
Ngayah adalah nilai luhur dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali bentuk kerja sukarela tanpa pamrih yang dilakukan dengan penuh ketulusan demi keharmonisan dan keselamatan bersama, terutama dalam konteks upacara keagamaan.
Saat odalan tiba, seluruh krama (warga) desa adat bersatu mempersembahkan tenaga, waktu, pikiran, dan materi demi kelancaran upacara.
Dari menyiapkan sesaji (banten), menghias pura, mengatur logistik, hingga mempersembahkan kesenian sakral semua dilakukan sebagai wujud bhakti (pengabdian) dan yadnya (persembahan suci) kepada Sang Pencipta.
Baca juga:
🔗 Penjaga Tradisi Sejak Dini: Peran Keluarga dalam Menanamkan Budaya Bali pada Anak
Di antara berbagai kesenian sakral yang ditampilkan saat odalan, Tari Bajra memiliki tempat tersendiri.
Tarian ini ditarikan secara khusus oleh pria dewasa dan merepresentasikan kekuatan, keteguhan, dan keberanian dalam melawan kebatilan.
Bajra sendiri berarti gada senjata sakral yang menjadi simbol kekuatan spiritual dan fisik.
Tari Bajra adalah refleksi semangat ksatria Bali. Para penarinya dalam jumlah ganjil seperti 5, 7, atau 9 orang menampilkan gerakan tegas, dinamis, dan penuh konsentrasi.
Hentakan kaki, postur tegap, serta ekspresi wajah yang awas mencerminkan kesiapsiagaan dalam menjaga kesucian pura.
Tari ini mengadaptasi unsur bela diri tradisional Bali. Gerakan memutar gada (baik simbolis maupun dengan properti), langkah-langkah mengepung ruang, hingga pose-pose gagah yang sarat makna diyakini mampu menetralisir energi negatif dan memperkuat aura kesucian pura.
Para penari Bajra mengenakan busana adat yang sederhana namun sarat makna kamben, saput, udeng, dan topi kadang yang dibuat hasil menjahit dari bahan-bahan alami.
Kesederhanaan ini menegaskan bahwa yang ditonjolkan bukanlah kemewahan rupa, melainkan kekuatan spiritual dan ketulusan ngayah.
Tari Bajra bukan sekadar pertunjukan, melainkan bagian utuh dari rangkaian upacara odalan. Ia dipentaskan di halaman pura (jaba pura) atau titik-titik strategis lainnya dengan tujuan:
Baca juga:
🔗 Tulak Tunggul: Jejak Spiritualitas dan Simbol Persatuan yang Tetap Hidup di Tengah Masyarakat
Saat para lelaki Bali menarikan Bajra dengan penuh konsentrasi dan energi, sejatinya mereka tengah melakukan ngayah dalam bentuk seni.
Mereka meluangkan waktu, melatih diri, dan mempersembahkan tubuh serta jiwanya bukan demi pujian manusia, melainkan:
Odalan adalah momentum sakral yang menampilkan harmoni antara pengabdian tulus dan kekuatan spiritual melalui seni.
Tari Bajra bukan hanya tontonan indah, melainkan manifestasi nyata kekuatan, perlindungan, dan pengabdian kepada yang Ilahi.
Di balik hentakan kaki dan ekspresi gagah, tersembunyi semangat ngayah yang membara menggetarkan sukma, menyatukan umat, dan menyampaikan persembahan tertinggi dari para lelaki Bali kepada alam semesta.
Dalam setiap gerak Bajra, terdengar gema pengabdian yang memuliakan kehidupan mengajarkan bahwa kekuatan sejati lahir dari hati yang tulus, dan bahwa seni yang luhur adalah doa yang menari.