Nikah Tanpa Rencana Bisa Jadi Bencana: Pentingnya Perencanaan Keluarga Sejak Dini

Perencanaan pernikahan mencakup kesiapan emosional, kesehatan reproduksi, dan kemampuan finansial, bukan sekadar pesta meriah.
Perencanaan pernikahan tidak hanya tentang pesta meriah atau biaya pernikahan, melainkan juga mencakup kesiapan emosional, kesehatan reproduksi, dan kemampuan finansial. (Foto: Amatjaya)

Pada tahun 2015, di berbagai sudut kota di Indonesia terpampang baliho berisi himbauan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Salah satu kalimat yang cukup mencolok berbunyi: “Nikah Tanpa Rencana Bisa Jadi Bencana.”

Pesan sederhana ini ternyata memiliki makna yang jauh lebih dalam. Ia bukan sekadar slogan, melainkan peringatan sekaligus ajakan reflektif bagi generasi muda yang tengah menata masa depan.

Meski hampir satu dekade telah berlalu sejak pesan itu pertama kali muncul, relevansinya masih sangat terasa hingga kini.

Fenomena perkawinan dini, perceraian, hingga meningkatnya tekanan hidup dalam rumah tangga membuktikan bahwa perencanaan pernikahan dan keluarga tidak boleh dipandang sepele.

Perkawinan Dini Masih Jadi Tantangan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah perempuan berusia 20–24 tahun yang menikah atau hidup bersama sebelum menginjak usia 18 tahun di Indonesia memang terus mengalami penurunan:

  • 2020: 10,35 persen

  • 2021: 9,23 persen

  • 2022: 8,06 persen

  • 2023: 6,92 persen

  • 2024: 5,90 persen

Angka-angka ini menunjukkan adanya progres, tetapi juga menyiratkan bahwa masih ada ribuan remaja perempuan di Indonesia yang menikah terlalu dini setiap tahunnya.

Padahal, dampak perkawinan dini bukan hanya berhenti pada pasangan itu sendiri, melainkan juga menyentuh ranah kesehatan, pendidikan, hingga kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa.

WHO bahkan menyebutkan bahwa perkawinan anak meningkatkan risiko komplikasi kehamilan, stunting pada anak, hingga kemiskinan antar generasi. Artinya, isu ini bukan hanya urusan pribadi, melainkan persoalan pembangunan nasional.

Makna di Balik Pesan BKKBN

Mengapa pernikahan harus direncanakan dengan matang? Karena pernikahan sejatinya bukan sekadar penyatuan dua hati dalam ikatan suci, melainkan juga awal dari sebuah tanggung jawab besar untuk membangun keluarga.

Tanpa persiapan yang cukup, rumah tangga rentan goyah. Permasalahan ekonomi, konflik rumah tangga, hingga persoalan pengasuhan anak sering muncul ketika pasangan menikah tanpa kesiapan.

Fenomena perceraian di Indonesia juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Ditjen Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, mayoritas alasan perceraian justru disebabkan oleh faktor ekonomi dan ketidakcocokan yang seharusnya bisa diantisipasi dengan perencanaan yang matang sejak awal.

Tekanan yang Dihadapi Generasi Muda

Generasi muda saat ini menghadapi realitas yang kompleks. Di satu sisi, ada tren media sosial yang kerap menormalisasi pernikahan muda sebagai sesuatu yang romantis dan ideal.

Di sisi lain, faktor ekonomi, lingkungan, bahkan tekanan keluarga membuat banyak pasangan akhirnya menikah tanpa benar-benar siap.

Tidak jarang pernikahan dijadikan sebagai “jalan keluar” dari masalah hidup, seperti ingin segera lepas dari beban keluarga, mengatasi kehamilan di luar nikah, atau sekadar mengikuti desakan lingkungan.

Padahal, kesiapan mental dan finansial yang belum matang justru bisa menambah beban baru di kemudian hari.

Baca juga:
🔗 Tragedi di Jembatan Tukad Bangkung: Saat Generasi Muda Tertekan, Kesehatan Mental Jadi Sorotan

Inilah yang coba diantisipasi BKKBN melalui program Generasi Berencana (GenRe), yang menekankan pentingnya kesiapan sebelum menikah.

GenRe mendorong remaja untuk lebih cerdas mengatur masa depan, melanjutkan pendidikan, mempersiapkan karier, menjaga kesehatan reproduksi, dan menentukan waktu menikah yang tepat.

Apa Saja yang Harus Dipersiapkan?

Perencanaan pernikahan sejatinya jauh lebih kompleks daripada sekadar pesta pernikahan atau biaya besar yang dikeluarkan. Ada aspek-aspek fundamental yang perlu diperhatikan:

Kesiapan Mental dan Emosional
Pasangan harus mampu mengelola emosi, menyelesaikan konflik tanpa kekerasan, dan saling menghargai perbedaan.

Stabilitas Ekonomi
Memiliki penghasilan tetap atau perencanaan finansial yang jelas. Hidup berumah tangga tanpa landasan ekonomi yang cukup sering berujung pada pertengkaran.

Kesehatan Reproduksi
Mengetahui pentingnya menjaga kesehatan ibu dan anak, mengatur jarak kelahiran, serta memahami risiko medis jika menikah terlalu muda.

Visi dan Misi Bersama
Menyepakati arah kehidupan rumah tangga, terutama soal pendidikan anak, tempat tinggal, hingga gaya hidup yang akan dijalani.

Pentingnya Edukasi dan Kesadaran Kolektif

Pesan BKKBN melalui baliho mungkin tampak sederhana, tetapi dampaknya bisa besar jika ditindaklanjuti dengan edukasi yang konsisten.

Sekolah, universitas, komunitas, hingga media sosial memiliki peran penting dalam menyebarkan informasi seputar perencanaan keluarga.

Baca juga:
🔗 Masa Emas Anak (Golden Age) dan Pentingnya Optimalisasi Perkembangan

Orang tua pun memegang peranan krusial. Sering kali, remaja tidak mendapatkan ruang diskusi yang cukup tentang pernikahan dan keluarga di rumah.

Padahal, komunikasi terbuka sejak dini dapat membantu anak memahami risiko dan tanggung jawab besar yang menanti.

Belajar dari Kasus Nyata

Banyak cerita nyata menunjukkan bagaimana pernikahan tanpa rencana menimbulkan masalah serius.

Misalnya, pasangan muda yang menikah karena “kecelakaan” akhirnya terjebak dalam masalah ekonomi dan memilih bercerai.

Anak yang lahir dari situasi tersebut sering kali menjadi korban karena tidak mendapat perhatian penuh dari kedua orang tuanya.

Baca juga:
🔗 Fatherless: Luka Sunyi yang Tak Selalu Tampak

Sebaliknya, ada pula pasangan yang menunda pernikahan hingga benar-benar siap, baik secara emosional maupun finansial.

Hasilnya, rumah tangga yang dibangun lebih stabil dan mampu menghadapi tantangan hidup dengan kepala dingin.

Kesimpulan

Pernikahan yang direncanakan dengan matang adalah fondasi utama terbentuknya keluarga yang sehat, harmonis, dan sejahtera.

Slogan “Nikah Tanpa Rencana Bisa Jadi Bencana” bukan hanya peringatan, tetapi juga ajakan bagi generasi muda untuk lebih bijak.

Perencanaan yang matang tidak menjamin rumah tangga bebas masalah, tetapi setidaknya dapat meminimalisir risiko besar yang sering kali menjadi penyebab retaknya hubungan.

Dengan kesadaran kolektif, dukungan keluarga, serta edukasi berkelanjutan, kita dapat membentuk generasi yang lebih siap, sehingga pernikahan bukan lagi dianggap sebagai beban, melainkan sebagai ladang kebahagiaan dan keberkahan seumur hidup.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *