Barapan kebo atau karapan kerbau adalah tradisi turun-temurun yang telah mengakar kuat dalam budaya masyarakat Sumbawa sejak zaman nenek moyang. Karapan ini biasanya digelar seminggu sekali, setiap hari Minggu, di lokasi berbeda yang dipilih oleh panitia. Beberapa lokasi favorit antara lain Lapangan Srading (Kabupaten Sumbawa), Lapangan Srangin (Taliwang, Sumbawa Barat), dan Lapangan Alas Barat (Kabupaten Sumbawa Barat).
Untuk mengikuti perlombaan, peserta diwajibkan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp100.000. Hadiahnya cukup beragam dan menarik mulai dari kambing, lemari, kain sarung, hingga kipas angin. Sebelum acara dimulai, seluruh pemilik kerbau dan joki yang telah terdaftar akan diundang secara resmi oleh panitia.
Kerbau yang dilombakan adalah kerbau jantan yang dipelihara secara khusus. Mereka tidak dibiarkan bekerja di sawah, melainkan dikandangkan, diberi pakan terbaik, dan dilatih secara rutin dua kali seminggu setiap hari Jumat dan Sabtu. Tujuannya agar kerbau terbiasa berlari kencang dengan arah yang terkontrol.
Di Sumbawa Besar, sorak-sorai penonton dan derap kaki kerbau di atas lintasan berlumpur bukanlah hal asing. Ini bukan sekadar adu cepat, melainkan juga soal presisi karena kemenangan sejati hanya diraih jika sang joki berhasil mengenai sebatang kayu kecil di ujung lintasan.
Namun, tantangan ini tidaklah mudah. Dalam hitungan detik, dua ekor kerbau harus berlari dalam irama yang serasi, membawa joki yang berdiri di atas pijakan kayu kecil. Salah satu kesulitan terbesar adalah menyentuh kayu sasaran tersebut. Anehnya, ada kalanya joki yang hampir menyentuh kayu justru tampak seperti “terlempar” dari jalur.
Warga menyebutnya: ada yang “mainkan angin.” Ada kepercayaan bahwa lintasan ini dijaga oleh sesuatu yang tak terlihat. Bahwa tidak semua joki diperkenankan menyentuh kayu itu hanya mereka yang benar-benar siap secara raga, jiwa, dan mungkin… telah mendapat restu dari alam.
Ini bukan sekadar perlombaan. Ini adalah tarian di atas lumpur, sebuah duel senyap antara manusia dan yang tak kasatmata. Di tanah Sumbawa, kekuatan fisik dan unsur mistik berpadu membentuk sebuah tradisi yang hidup, menggairahkan, dan terus diwariskan dari generasi ke generasi.