Di tengah derasnya arus modernisasi, Baduy berdiri kokoh sebagai benteng terakhir harmoni antara manusia dan alam. Setiap jejak di jalan bebatuan di sana adalah percakapan abadi antara tradisi dan zaman.
Suku Baduy atau Urang Kanekes, bukan sekadar destinasi wisata. Mereka adalah penjaga warisan budaya Sunda Wiwitan yang hidup di pedalaman Banten.
Terbagi dalam dua kelompok Baduy Dalam yang sangat ketat menjaga adat dan Baduy Luar yang lebih terbuka kunjungan ke sini bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan jiwa. Berikut panduan lengkapnya:
Baca juga:
🔗 Desa Tenganan Pegringsingan: Menjaga Warisan Leluhur di Tengah Arus Modernisasi
Dari Jakarta ke Desa Ciboleger (pintu masuk ke wilayah Baduy):
Saat mengunjungi wilayah Baduy, ada aturan adat yang sangat dijunjung tinggi dan harus dipatuhi dengan penuh rasa hormat, baik di Baduy Luar maupun Baduy Dalam.
Meskipun keduanya berasal dari akar budaya yang sama, aturan di Baduy Dalam jauh lebih ketat.
Di wilayah Baduy Luar, penggunaan ponsel masih diperbolehkan, namun tetap disarankan untuk tidak menggunakannya secara mencolok.
Anda boleh mengambil foto, tetapi hanya setelah meminta izin dari warga. Penggunaan bahan kimia seperti sabun dan sampo masih dimungkinkan, meskipun dalam jumlah terbatas.
Sampah plastik yang Anda bawa harus dibawa kembali keluar dan tidak boleh dibuang sembarangan.
Warga Baduy Luar terbuka terhadap pertanyaan dan interaksi, selama tetap dilakukan dengan sopan.
Sementara itu, di wilayah Baduy Dalam, aturan jauh lebih ketat. Ponsel masih boleh dibawa, tetapi baterainya harus dilepas selama berada di wilayah tersebut.
Pengambilan foto dilarang total tanpa pengecualian. Semua jenis bahan kimia, termasuk sabun dan sampo, dilarang digunakan sebagai gantinya, warga setempat menggunakan daun honje untuk mandi dan mencuci.
Sampah plastik, sekecil apapun, wajib dibawa kembali keluar oleh setiap pengunjung. Interaksi sosial sangat dibatasi menghormati ruang pribadi warga adalah kewajiban mutlak.
Tanyakan hanya jika Anda benar-benar perlu, dan pahami jika mereka tidak menjawab. Menghormati aturan-aturan ini bukan sekadar soal etika, tetapi bentuk penghormatan terhadap nilai dan kearifan lokal yang telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Baduy.
Suku Baduy mengajarkan kita bahwa modernisasi bukanlah tentang menaklukkan alam, tetapi tentang membangun kesederhanaan yang kuat.
Di sini, Anda akan memahami bahwa:
Seperti dikatakan Mang Saidam, pemandu Baduy:
“Kami tidak menolak zaman, tapi memilih apa yang tidak merusak bumi leluhur.”
Baduy bukanlah sekadar tempat untuk dilihat ia adalah tempat untuk direnungi. Setiap aturan adat yang terasa ketat, sejatinya adalah perlawanan terhadap lupa.
Sebelum Anda berangkat, ajukan pertanyaan kepada diri sendiri:
“Apakah saya siap bukan hanya melihat, tapi juga belajar untuk diam?”