Pulau Sempu: Surga Tersembunyi di Malang yang Memantik Dilema Konservasi vs Pariwisata

Pemandangan tenang laguna dan hutan lebat di Pulau Sempu, surga tersembunyi di selatan Malang.
Pulau Sempu, surga tersembunyi di selatan Malang. Laguna tenang, hutan lebat, tapi hanya untuk yang berizin. (Foto: Moonstar)

Keindahan yang Memesona, Status yang Mengundang Kontroversi

Pulau Sempu, seluas 877 hektare di selatan Malang, Jawa Timur, menyimpan sebuah permata alam bernama Segara Anakan laguna biru kehijauan yang terhubung langsung ke laut lepas melalui celah alami di antara karang.

Dikelilingi tebing kapur dan hutan tropis, airnya yang tenang menciptakan kontras dramatis dengan ganasnya ombak Samudra Hindia di seberangnya.

Pasir putih bersih, hutan mangrove yang lebat, serta keanekaragaman satwa seperti lutung jawa, elang laut, dan kera abu-abu membuat kawasan ini layak disebut sebagai “surga tersembunyi”.

 

Namun di balik pesonanya, terdapat peringatan keras Kegiatan berkemah atau snorkeling tanpa izin resmi di kawasan ini tergolong ilegal dan dapat dikenai sanksi pidana sesuai UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Aturan ini ditegaskan kembali melalui kebijakan terbaru: aktivitas wisata dilarang, kecuali untuk tujuan penelitian atau edukasi, dan itu pun harus disertai Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) dari Balai Besar KSDA Jawa Timur.

Dualisme Kebijakan: Antara Kepentingan Desa dan Aturan Pemerintah

Meski secara hukum Pulau Sempu ditetapkan sebagai kawasan konservasi, sempat terjadi tarik-ulur kebijakan antara tingkat desa dan pusat.

Pemerintah Desa Tambakrejo pernah menerbitkan Perdes No. 3 Tahun 2015 yang menetapkan Pulau Sempu sebagai “destinasi wisata terbatas” dengan retribusi sebesar Rp20.000 per orang.

 

Namun kebijakan ini bertentangan dengan Surat Edaran BKSDA Jawa Timur No. SE.02/K.2/BIDTEK.2/KSA/9/2017 yang secara tegas melarang aktivitas wisata umum di wilayah tersebut, kecuali untuk penelitian dan pendidikan.

 

Akibatnya, muncul praktik abu-abu: retribusi dari desa kerap dianggap tidak transparan, sementara oknum pemandu liar memanfaatkan kekosongan hukum dengan membawa wisatawan tanpa izin resmi.

Tantangan Trekking dan Risiko Ekowisata Ilegal

Bagi mereka yang nekat menjelajah, menuju Segara Anakan bukan perkara mudah:

 

  • Medan Berat: Trekking selama 1–5 jam harus melewati hutan berlumpur, tebing curam, dan jalur licin—terutama berbahaya saat musim hujan.

     

  • Fasilitas Nol: Tidak tersedia toilet, warung, ataupun penginapan. Pengunjung wajib membawa perlengkapan seperti tenda, makanan, dan obat-obatan sendiri.

     

  • Ancaman Satwa Liar: Babi hutan, ular, dan kera pencuri makanan menjadi tantangan tersendiri selama eksplorasi.

Alternatif Wisata Legal di Sekitar Pulau Sempu

Alih-alih melanggar hukum, Anda bisa menikmati keindahan kawasan sekitar Pulau Sempu yang juga menawarkan pengalaman menawan:

 

  1. Pantai Sendang Biru: Gerbang utama menuju Sempu. Nikmati pemandangan perahu tradisional, pelelangan tuna segar, dan kuliner laut di warung-warung lokal.

     

  2. Pantai Goa Cina: Memiliki formasi karang yang membentuk gua alami, sangat fotogenik, terutama saat matahari terbenam.

     

  3. Ekowisata Mangrove: Menyusuri jembatan kayu di hutan bakau dekat Sendang Biru, habitat berbagai burung migran dan kepiting bakau.

     

Baca juga:
🔗 Pulau Papan Togean: Simfoni Sunyi di Tengah Laut Sulawesi

 

Ingin Masuk Secara Legal? Ikuti Prosedur Ini

Bagi kalangan peneliti, pelajar, atau penggiat konservasi, kunjungan ke Pulau Sempu masih dimungkinkan secara legal melalui proses berikut:

 

  1. Ajukan permohonan ke Balai Besar KSDA Jawa Timur minimal 14 hari sebelum kunjungan.

     

  2. Sertakan proposal kegiatan, daftar peserta, dan jadwal kunjungan.

     

  3. Bayar biaya perizinan (sekitar Rp160.000/orang, sesuai informasi terbaru).

     

  4. Selama kegiatan, wajib didampingi pemandu resmi dari BKSDA.

Penutup: Surga yang Harus Dilindungi, Bukan Dieksploitasi

Pulau Sempu adalah gambaran nyata dilema konservasi di Indonesia: mempertahankan keindahan alam atau membiarkannya rusak karena tekanan pariwisata yang tidak terkendali.

Godaan untuk “menaklukkan surga tersembunyi” memang besar, namun kelestarian ekosistem dan keanekaragaman hayati tergantung pada kesadaran kolektif kita hari ini.

Mari jadikan Sempu sebagai warisan alam, bukan korban ambisi sesaat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *