Kalau kamu tinggal di Bali, pasti sudah biasa lihat bule nyetir motor matik keliling pulau. Tapi sekarang, yang menarik bukan cuma gaya nyetirnya melainkan bagaimana mereka mulai beradaptasi dengan cara lokal, termasuk soal membonceng anak.
Mereka tak lagi segan untuk ikut antre membeli bensin di SPBU, berdiri di jalur motor bersama warga lokal lainnya.
Bahkan beberapa dari mereka juga mulai naik motor tanpa helm sebuah kebiasaan yang, meski perlu dikritisi dari sisi keselamatan, tetap menunjukkan bagaimana mereka berbaur tanpa jarak dengan kehidupan sehari-hari orang Bali.
Dalam satu potret yang hangat dan mengundang senyum, terlihat seorang bule dengan anak balitanya duduk manis di depan, lengkap dengan gendongan dan helm mini.
Sang ayah mengenakan tas punggung putih dan pakaian santai ala tropis, seolah berkata, “Saya bukan turis, saya bagian dari sini.”
Fenomena ini bukan cuma lucu dan unik, tapi juga menunjukkan bagaimana ekspatriat di Bali mulai hidup selaras dengan kebiasaan masyarakat lokal.
Membonceng anak di motor? Di kota besar mungkin dianggap tak biasa, tapi di Bali, ini adalah pemandangan sehari-hari dan sekarang mulai dilakukan juga oleh para bule yang menetap.
Baca juga:
🔗 Pecalang: Penjaga Harmoni Adat Bali
Mereka tidak lagi hanya tinggal di vila mewah dan mengandalkan sopir, kini banyak dari mereka yang justru memilih gaya hidup sederhana.
Seperti masyarakat lokal dengan belanja ke pasar tradisional, ngopi di warung pinggir jalan, hingga isi bensin di SPBU sambil membonceng anak pakai motor matic.
Meski tetap membawa gaya hidup barat, banyak yang mulai mengadopsi cara hidup lokal yang lebih “membumi”.
Bahkan anak-anak mereka pun sudah terbiasa duduk di depan motor, diajak keliling, menyapa warga lokal, dan belajar mengenal lingkungan sekitar.
Baca juga:
🔗 Anak-Anak, Layangan, dan Ruang Bermain yang Tergerus Arus Pariwisata
Ini bukan soal keren atau tidak keren, tapi soal adaptasi dan rasa hormat terhadap budaya tempat tinggal.
Ketika bule mulai membonceng anak di motor seperti warga lokal, itu tanda bahwa Bali bukan sekadar tempat singgah, tapi sudah menjadi rumah.