Dalam kehidupan, menjaga silaturahmi merupakan hal yang sangat penting. Bukan sekadar pertemuan fisik, tetapi sebuah jalinan batin yang melampaui ruang dan waktu tempat cerita dibagikan, dan rasa hormat terus dirawat.
Hal inilah yang tercermin dalam momen penuh kehangatan ketika Purnawirawan Brigadir Jenderal Polisi Adeni Muhan hadir dalam pelantikan sang istri tercinta yang baru saja lulus Sekolah Inspektur Polisi (SIP) dan resmi menyandang pangkat Ipda.
Dalam acara tersebut, Adeni tampak akrab berbincang dengan sejumlah tokoh penting seperti Dankor Brimob Komjen Imam Widodo, Kabaharkam Komjen Fadil Imran, Kalemdiklat Polri Komjen Chris Nanda, Wakalemdiklat, Kasetukpa, dan Kapolda Jawa Barat.
Bagi Adeni, momen itu bukan hanya tentang kebanggaan pribadi, melainkan simbol kesinambungan pengabdian dalam keluarga dari masa dinas hingga masa purna tugas.
Baca juga:
🔗 IPDA Putu Ambara: Perwira dan Teladan Bhayangkara
Perjalanan Adeni Muhan tak berhenti saat melepas seragam dinas, usai pensiun dengan pangkat Brigadir Jenderal.
Ia memilih jalur politik sebuah transisi yang tidak mudah dan penuh risiko, terutama bagi reputasi seorang purnawirawan. Namun, Adeni melangkah dengan tekad dan visi yang jelas.
“Saya tidak ingin pengalaman di kepolisian hanya menjadi nostalgia. Itu harus menjadi pondasi untuk membangun kebijakan yang berpihak pada rakyat,” ujarnya tegas.
Kini, bersama Partai Hanura, ia mengemban amanah sebagai Koordinator Wilayah 9 (Korwil 9), yang meliputi wilayah strategis di Sulawesi.
Daerah ini menyimpan potensi besar, namun juga menghadapi tantangan serius seperti ketimpangan infrastruktur dan akses pendidikan.
Adeni menilai bahwa solusi nyata hanya bisa lahir dari pendekatan berbasis data, kolaborasi lintas sektor, dan keberanian untuk mengambil keputusan.
Lulus dari Akademi Kepolisian pada tahun 1990, Adeni memulai pengabdiannya di Korps Brimob.
Kariernya menanjak pesat, mulai dari Kasat Brimob, Karo Ops Polda Sulsel, hingga mencapai puncaknya sebagai Brigadir Jenderal.
Di tengah kerasnya medan tugas, ia menyadari bahwa kepemimpinan sejati bukan soal memberi perintah, melainkan tentang keberanian memikul tanggung jawab.
“Banyak pemimpin hari ini ragu mengambil keputusan, bahkan cenderung ‘buang badan’ karena takut menghadapi konsekuensi,” ungkapnya dalam salah satu diskusi internal.
Bagi Adeni, pangkat hanyalah simbol. Yang jauh lebih penting adalah kapasitas diri yang terus diasah. Pemimpin sejati, menurutnya, lahir dari pembelajaran tanpa henti dan kepekaan terhadap situasi.
Tak hanya unggul di lapangan, Adeni juga membuktikan ketajamannya di ranah akademik. Ia meraih gelar doktor dengan disertasi berjudul
“Transformasi Organisasi pada Korps Brimob Polri.”
Penelitian tersebut berangkat dari keprihatinannya terhadap tantangan modernisasi institusi tanpa kehilangan nilai-nilai dasar seperti disiplin dan loyalitas.
“Organisasi harus berubah mengikuti zaman, tapi nilai-nilai inti jangan sampai luntur,” tegasnya.
Disertasi itu bukan sekadar teori, melainkan refleksi mendalam dari pengalaman riil di lapangan. Ia mendorong transformasi struktural dan kultural agar Korps Brimob tetap relevan di era disrupsi dan dinamika sosial yang terus berubah.
Baca juga:
🔗 Waris Agono: Menara Integritas di Pusaran Personal Branding Digital
Adeni Muhan bukanlah politisi biasa. Ia hadir membawa semangat pengabdian yang tulus dari dunia kepolisian ke arena politik.
Dalam setiap langkahnya, ia menjaga prinsip: mengabdi bukan untuk dikenang, tetapi untuk memberi makna.
Di tengah tantangan zaman, Adeni tetap konsisten menyuarakan nilai-nilai yang membentuknya keberanian, integritas, dan keberpihakan pada rakyat.