Hari Raya Kuningan: Cahaya Doa dan Warna Keharmonisan

Penjor kuning berdiri megah di depan rumah saat Hari Raya Kuningan di Bali.
Penjor kuning yang menjulang di depan rumah menjadi simbol syukur dan kemenangan Dharma saat perayaan Hari Raya Kuningan

Ketika sinar matahari mulai menyapa lembut bumi Bali, aroma dupa dan janur mulai memenuhi udara. Hari Raya Kuningan tiba sebuah perayaan sakral yang tak hanya menandai waktu, tapi juga mengikat manusia dengan leluhurnya dalam jalinan cinta dan bakti.

Makna dan Waktu Perayaan Kuningan

Kuningan dirayakan setiap 10 hari setelah Galungan, tepatnya pada Saniscara Kliwon Wuku Kuningan dalam kalender Bali.

Hari ini dipercaya sebagai saat kembalinya para roh leluhur ke alamnya, setelah berkunjung selama Galungan. Karena itu, Kuningan menjadi waktu penuh penghormatan, pelepasan, dan syukur.

Simbol dan Warna dalam Persembahan

Banten-banten kecil, seperti yang tampak dalam foto nasi putih, nasi kuning, kadang merah dan hitam diletakkan di atas daun, tertata rapi dalam keheningan penuh makna.

Warna-warna itu bukan sekadar estetika; mereka melambangkan keberagaman hidup, keharmonisan alam semesta, dan persembahan kepada Sang Hyang Widhi serta roh suci leluhur.

Spiritualitas dan Dharma dalam Kuningan

Banten kecil berisi nasi putih, kuning, merah, dan hitam tersaji di atas daun saat Hari Raya Kuningan.
Banten kecil dengan empat warna nasi ini melambangkan harmoni dan keseimbangan dalam persembahan suci Hari Raya Kuningan

Salah satu makna utama Kuningan adalah penyucian batin dan penguatan dharma (kebaikan). Masyarakat Bali percaya bahwa pada hari ini, Tuhan memberikan cahaya kebijaksanaan dan keteduhan bagi mereka yang tekun berdoa dan menjaga keseimbangan hidup.

Suasana Perayaan yang Penuh Damai

Rumah-rumah dihias penjor kecil, upacara digelar di pura, dan suasana desa menjadi damai, seperti pelukan hangat dari langit.

Suara gamelan mengalun lirih, mengiringi doa-doa yang terucap dalam hening, membubung ke angkasa, berharap akan berkah, keselamatan, dan kehidupan yang seimbang.

Kesimpulan: Kembali ke Dalam Diri

Hari Raya Kuningan bukan sekadar tradisi, tapi cara umat Hindu Bali menyalakan kembali pelita cinta kepada leluhur, kepada bumi, dan kepada sesama.

Sebuah momen suci untuk kembali ke dalam diri menghaturkan terima kasih atas hidup, dan melepaskan dengan ikhlas apa yang telah usai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *