Kain Tenun dan Hati yang Tulus: Kenangan Abadi Turis Denmark dalam Pelukan Keramahan Bajawa

Maryam bersama istri Pak Dion mengenakan kain tenun khas Bajawa yang disematkan di pundaknya.
Maryam berfoto bersama istri Pak Dion, setelah kain tenun khas Bajawa disematkan di pundaknya. (Foto: Moonstar)

Indonesia memukau dunia bukan hanya lewat hamparan alamnya yang spektakuler atau kekayaan budayanya yang memesona, tetapi juga melalui ketulusan hati dan keramahan autentik warganya.

Pengalaman tak ternilai ini tercatat indah dalam diari perjalanan Maryam, turis asal Denmark yang menjelajahi keindahan Bajawa, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Niat awalnya sederhana yaitu menikmati panorama dan budaya lokal dengan menyewa jasa Pak Dion, seorang pemandu lokal, untuk tur sehari penuh.

Menyusuri Alam dan Budaya Bajawa yang Memikat

Hari itu, Maryam diajak menyusuri keagungan Gunung Inerie yang menjulang megah dan menyelami kehidupan tradisional di kampung-kampung adat Bajawa yang sarat nilai sejarah.

Ia juga merasakan hangatnya air di Malanage, kolam air panas alami yang tersembunyi di balik lebatnya hutan.

Baca juga:
πŸ”— Gunung Inerie: Mahkota Api Bajawa yang Menjulang Menyentuh Langit Flores

Perjalanan penuh kekaguman itu berlangsung lancar hingga senja mulai merayap. Saat hendak mengantar Maryam kembali ke penginapan, Pak Dion dengan rendah hati mengajaknya mampir sebentar ke pasar, tempat sang istri berjualan.

Di sana, tak sekadar melihat-lihat, mereka membeli ayam kampung segar, hingga tiba-tiba Maryam mendapat ajakan yang mengejutkan sekaligus menghangatkan:

“Mampir makan malam di rumah kami yang sederhana, ya?”

Baca juga:
πŸ”— Mengulik Pesona Pemandian Air Panas Malanage, Surga Alami Tersembunyi di Ngada

Malam yang Penuh Kehangatan dan Canda

Usai beristirahat sejenak di penginapan, Maryam dijemput kembali oleh Pak Dion. Ketika aroma masakan mulai menguar dari dapur sederhana itu, ia tahu malam itu akan berbeda.

Di dalam rumah kecil namun penuh kehangatan, Maryam merasakan penerimaan yang jauh melampaui sekadar suguhan makan malam.

Mereka duduk lesehan, berbagi cerita, saling bertukar kisah hidup, dan tawa pun pecah mengisi ruangan meruntuhkan sekat-sekat budaya dan bahasa.

Rasanya bukan lagi antara turis dan pemandu, melainkan seperti keluarga yang baru saja dipertemukan kembali.

Kain Tenun: Simbol Cinta yang Tulus

Namun, puncak keterharuan malam itu terjadi saat perpisahan. Sebelum Maryam beranjak, istri Pak Dion menghampirinya dengan senyum hangat dan mata yang berbinar.

Dengan lembut, ia memakaikan sehelai kain tenun khas Bajawa di pundak Maryam kain yang memancarkan keindahan motif tradisional.

Bukan kain biasa, melainkan karya seni bernilai tinggi, jenis yang biasa dijual dengan harga cukup mahal di kampung tenun BenaΒ  tempat yang juga sempat dikunjungi Maryam sebelumnya.

Baca juga:
πŸ”— Bena: Di Antara Waktu yang Diam dan Alam yang Bicara

Maryam terdiam sejenak, dadanya terasa sesak, terharu hingga tak kuasa berkata-kata. Ia sama sekali tak menyangka akan menerima pemberian yang begitu personal dan berharga dari keluarga yang baru saja dikenalnya.

Lebih dari Oleh-Oleh: Makna Sebuah Pemberian

Bagi istri Pak Dion, kain tenun itu bukan sekadar benda atau oleh-oleh. Ia memberikannya sebagai ungkapan terima kasih dan penghargaan yang tulus.

“Ini tanda terima kasih kami,” ujarnya lembut, “karena baru kali ini ada turis asing yang mau datang, duduk, dan menikmati hidangan di rumah sederhana kami.”

Pemberian itu adalah manifestasi keikhlasan, bukan sesuatu yang lahir dari perhitungan materi. Sebuah kemurahan hati yang muncul dari kebahagiaan sederhana merasa dihargai dan diterima.

Wajah Sejati Indonesia di Mata Maryam

Peristiwa sederhana nan menyentuh itu menjadi kenangan yang abadi dalam benak Maryam.

Ia meninggalkan Bajawa bukan hanya dengan foto-foto indah Gunung Inerie atau kampung adat.

Tetapi juga dengan pelajaran hidup yang mahal: bahwa di balik panorama alam yang menawan dan tradisi yang eksotis, kehangatan manusia Bajawa adalah harta karun sejati.

Keramahan yang tulus, spontan, dan tak terduga itu tak bisa dibeli, apalagi direncanakan dalam itinerary perjalanan manapun.

Momen itu, bagi Maryam, adalah wajah Indonesia yang paling jernih dan autentik terbuka, penuh kasih, dan bersahaja.

Bajawa memberinya bukan sekadar pengalaman, melainkan jejak keindahan hati manusia yang akan terus hidup dalam ingatannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *