Lada Bangka Belitung: Dulu Primadona Kini Terpinggirkan Akankah Bangkit Kembali?

Petani Desa Kulur menggenggam lada unggulan dari kebunnya, Bangka Tengah.
Seorang petani menggenggam lada pilihan dari kebun Desa Kulur, Bangka Tengah. Foto ini diambil tahun 2018, saat lada masih berjaya dan menjadi tumpuan harapan para petani setempat

Bangka Tengah – 24 Mei 2025

Bangka Belitung pernah berjaya sebagai salah satu penghasil lada atau sahang terbaik di Indonesia.

Komoditas unggulan ini menjadi kebanggaan daerah, bahkan sempat mencetak rekor harga hingga Rp180.000 per kilogram pada tahun 2017. Namun, masa kejayaan tersebut kini tinggal kenangan.

Kini, suara para petani sahang terdengar lebih lirih. Salah satunya datang dari Ferry (38), petani asal Desa Kulur, Kabupaten Bangka Tengah.

Lewat pesan singkat, ia menceritakan bagaimana perlahan para petani mulai meninggalkan lada.

“Sejak 2019, banyak yang berhenti menanam sahang, biaya operasional tinggi, panen sedikit, harga tidak menutup modal, tidak lagi menguntungkan,” ungkapannya.

Ferry menambahkan bahwa kini lahan-lahan yang dulu ditanami lada di desanya mulai beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit. Pilihan ini dianggap lebih stabil dan menjanjikan dari sisi ekonomi.

Lada Tak Lagi Menggiurkan

Menurut Ferry, menanam lada membutuhkan investasi besar sejak awal, mulai dari pembuatan kayu junjung untuk menopang tanaman, pembelian pupuk.

Lada merah matang dari kebun Desa Kulur, Bangka Tengah tahun 2018.
Lada matang berwarna merah dari kebun Desa Kulur, Bangka Tengah menunjukkan kualitas terbaik. Foto 2018 ini menggambarkan masa kejayaan lada saat petani berharap besar pada komoditas ini

Serta waktu tunggu yang lama hingga masa panen, namun, hasilnya tidak sebanding dengan harga pasar saat ini.

“Sekarang ini hasilnya tipis sekali. Banyak petani akhirnya menyerah dan beralih ke sawit. Setidaknya sawit bisa dipanen secara rutin dan harga lebih stabil,” katanya.

Meski demikian, Ferry belum sepenuhnya melepaskan harapan. Ia masih menyimpan stok ratusan kilogram lada di rumah, menanti waktu yang tepat untuk menjual.

“Saya masih simpan sahang. Siapa tahu nanti harga bisa naik lagi. Kalau harganya bagus, saya siap mulai lagi,” ujarnya dengan nada optimistis.

Harga Hari Ini: Masih Ada Asa

Berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan per 23 Mei 2025, harga lada tercatat sebesar Rp142.000 per kilogram.

Meski belum menyentuh angka puncak seperti tahun 2017, tren harga ini menjadi secercah harapan di tengah lesunya sektor pertanian lada.

Sejumlah pengamat menyebutkan bahwa Bangka Belitung masih memiliki potensi besar untuk membangkitkan kembali kejayaan ladanya.

Namun, hal ini membutuhkan sinergi dari berbagai pihak baik pemerintah, pelaku usaha, maupun komunitas petani itu sendiri.

Langkah-Langkah Strategis yang Dibutuhkan

Tanaman lada tumbuh subur di kebun Desa Kulur, Bangka Tengah, tahun 2018.
Tanaman lada di kebun Desa Kulur, Bangka Tengah pada tahun 2018, masa ketika komoditas ini berjaya dan para petani menaruh harapan tinggi pada masa depan lada sebagai sumber penghidupan

Agar sektor ini kembali hidup dan berkelanjutan, ada beberapa langkah yang dinilai penting untuk dilakukan:

  • Subsidi dan insentif pertanian, termasuk untuk pengadaan pupuk, bibit unggul, dan alat produksi

  • Pelatihan serta pendampingan teknis bagi petani muda agar tidak meninggalkan lada

  • Inovasi produk turunan seperti minyak lada, lada bubuk kemasan, atau produk herbal berbasis lada

  • Pemasaran digital agar produk lada Bangka bisa menembus pasar nasional hingga ekspor

Baca juga:
🔗 Danau Biru Kaolin Bangka: Luka Tambang Jadi Daya Tarik


Lada Adalah Identitas

Lada bukan hanya soal komoditas, tetapi bagian dari identitas dan sejarah agrikultur Bangka Belitung.

Jika pemerintah daerah mampu membuat kebijakan yang berpihak pada petani, serta membuka jalur distribusi dan promosi yang lebih luas, bukan mustahil lada akan kembali menjadi tulang punggung ekonomi lokal.

“Petani seperti saya siap kembali bertani sahang, asal ada jaminan harga dan dukungan dari pemerintah. Kami tidak minta muluk-muluk, hanya agar usaha ini bisa hidup kembali,” tutup Ferry.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *