Melukat di Tirta Empul: Menyucikan Jiwa dan Merawat Tradisi Leluhur Bali

Seorang warga Hindu Bali dengan khusyuk menjalani ritual melukat, memohon penyucian diri di aliran air suci
Ritual melukat di Bali, prosesi penyucian diri secara spiritual yang dilakukan umat Hindu di aliran air suci

Gianyar, Bali. Di bawah rindangnya pepohonan suci Pura Tirta Empul, Tampaksiring, puluhan umat Hindu Bali dan wisatawan asing larut dalam ritual melukat prosesi pembersihan diri menggunakan air suci yang telah mengalir sejak abad ke-10. 

 

Ritual ini bukan sekadar mandi fisik, melainkan upaya spiritual untuk membersihkan leteh (kotoran batin) dan memulihkan keseimbangan antara sekala (alam nyata) dan niskala (alam gaib).

Air Suci dan Legenda Dewa Indra

Berdasarkan kepercayaan lokal, Tirta Empul tercipta dari mitos pertarungan Dewa Indra melawan Raja Mayadanawa. Untuk menyelamatkan pasukannya yang diracun, Dewa Indra menciptakan mata air penyembuh dengan menancapkan tongkatnya ke tanah. 

 

Kini, 30 pancuran (pecelengan) di kompleks pura menjadi medium utama ritual. Setiap pancuran memiliki fungsi khusus, seperti:

  • Toya Pengelukatan (pembersihan dosa)
  • Toya Sudamala (penyembuhan penyakit)
  • Toya Pegulingan (penguatan spiritual)

Tahapan Sakral dalam Prosesi Melukat

Wisatawan asing mengikuti ritual melukat di Pura Tirta Empul, Tampak Siring
Wisatawan asing menjalani prosesi melukat di Pura Tirta Empul, mencari ketenangan dan penyucian diri dalam nuansa spiritual khas Bali

Ritual dimulai dengan persembahan canang sari di pelinggih utama sebagai bentuk bakti kepada leluhur. Peserta kemudian mengenakan kain putih kuningan (pakaian adat) dan memasuki kolam suci dengan tata urutan ketat:

 

  1. Membasuh wajah sambil memejamkan mata untuk introspeksi diri.
  2. Menundukkan kepala di bawah aliran air sambil berdoa memohon keselamatan.
  3. Meneguk air suci sebanyak tiga kali sebagai simbol penyucian pikiran, perkataan, dan perbuatan.

Wisatawan dan Etika Partisipasi

Meski terbuka untuk umum, wisatawan non-Hindu diharapkan mematuhi protokol adat, seperti:

  • Wanita yang sedang menstruasi dianjurkan tidak mengikuti ritual.
  • Mengenakan pakaian sopan (kain dan selendang) yang disewakan di lokasi.
  • Tidak bersuara keras atau mengambil foto di area sakral.

“Melukat bukan atraksi wisata. Ini ruang suci untuk kontemplasi. Wisatawan harus menghormati nilai spiritual di baliknya,” tegas Jero Mangku Putra, pemangku pura setempat.

Melukat sebagai Simbol Identitas Bali

Ritual ini merefleksikan filosofi Tri Hita Karana harmoni manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam. Di tengah gempuran modernisasi, Tirta Empul tetap menjadi penjaga warisan leluhur sekaligus daya tarik pariwisata berbasis budaya. 

 

Data Dinas Pariwisata Gianyar mencatat, 60% pengunjung asing menyatakan ritual melukat memberi mereka perspektif baru tentang hidup berkelanjutan.

Penutup

Melukat di Tirta Empul bukan sekadar tradisi, melainkan manifestasi kebijaksanaan lokal yang mengajarkan: kesucian lahir-batin hanya tercapai ketika manusia merendahkan diri di hadapan alam dan Sang Pencipta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *