Bali, pulau dengan sejuta pesona, kini juga menjadi pulau dengan sejuta kendaraan.
Tak hanya wisatawan, jumlah warga lokal pun terus bertambah.
Mobil pribadi, sepeda motor, hingga kendaraan pariwisata memadati jalan-jalan yang relatif sempit dan tidak mengalami pelebaran signifikan.
Di tengah kondisi ini, satu kemampuan menjadi krusial untuk bertahan seperti seni menyalip.
Bali, pulau dengan sejuta pesona, kini juga menjadi pulau dengan sejuta kendaraan. Tak hanya wisatawan, jumlah warga lokal pun terus bertambah.
Mobil pribadi, sepeda motor, hingga kendaraan pariwisata memadati jalan-jalan yang relatif sempit dan tidak mengalami pelebaran signifikan.
Banyak ruas jalan sempit, trotoar yang tidak layak, serta bahu jalan yang dipenuhi kendaraan parkir. Jalur alternatif yang seharusnya menjadi solusi justru kerap lebih macet dibanding jalan utama.
Baca juga:
🔗 Rental Motor di Bali Makin Diminati
Di jalanan Bali yang padat, menyalip bukan lagi sekadar opsi melainkan kebutuhan. Terjebak di belakang truk besar, kendaraan pariwisata lambat, atau pengendara yang tidak stabil bisa memperlambat laju perjalanan.
Dengan menyalip secara cermat dan terukur, waktu tempuh bisa dipangkas mulai dari beberapa menit hingga puluhan menit. Namun, menyalip di Bali bukan perkara asal tancap gas. Diperlukan keahlian dan intuisi agar manuver ini tetap aman.
Baca juga:
🔗 Adaptasi Monyet Liar di Pantai Melasti
Berikan ruang aman setelah menyalip
Jangan langsung memotong jalur pengendara lain secara mendadak.
Baca juga:
🔗 Pecalang: Penjaga Keamanan dan Tradisi Bali
Kebiasaan menyalip yang ekstrem dan kemacetan parah menjadi sinyal bahwa Bali membutuhkan:
Baca juga:
🔗 Bali Larang Botol Plastik Demi Lingkungan
Menyalip telah menjadi bagian dari strategi bertahan hidup di jalanan Bali yang semakin padat. Namun ingat, kecepatan bukan segalanya.
Keselamatan diri sendiri dan pengguna jalan lain harus selalu diutamakan. Menguasai seni menyalip boleh saja, asalkan tetap bijak dan menghargai sesama.