Di antara rak-rak penuh buku dan semangat yang tak pernah padam, seorang perempuan tersenyum hangat sambil memegang buku berjudul Hold On to Your Kids.
Ia adalah Theresia, perempuan asal Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang percaya bahwa pendidikan adalah jembatan menuju masa depan yang lebih baik.
Lahir dan dibesarkan di Manggarai, Theresia tumbuh dalam keluarga sederhana, ayahnya adalah seorang guru yang sejak awal menanamkan nilai pentingnya pendidikan.
Dari sang ayah, Theresia belajar bahwa ilmu pengetahuan bisa membuka cakrawala, meski tanah kelahirannya belum memiliki fasilitas pendidikan yang memadai.
Dorongan dan impian untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik membawanya merantau ke Jakarta sejak duduk di bangku SMA. Perjalanan itu ia tempuh seorang diri, berbekal tekad dan keberanian.
Ia sempat mengenyam pendidikan S2 di Universitas Atma Jaya pencapaian yang dulu hanya bisa dibayangkan saat kecil di kampung.
Kini, di usianya yang ke-55, Theresia mengelola usaha villa dan restoran di Labuan Bajo, namun hatinya tetap tertambat pada dunia pendidikan.
Setiap bulan, sebagian dari pendapatan usahanya ia sisihkan untuk membeli buku langsung dari penerbit.
Buku-buku ini kemudian disumbangkan ke sekolah-sekolah di berbagai pelosok Manggarai. Baginya, ini adalah bentuk rasa syukur sekaligus cara membalas budi kepada tanah kelahiran yang telah membentuk dirinya.
Baca juga:
🔗 Yuesta: Liku-Liku Merajut Asa di Antara Dua Negeri
Kecintaannya pada pendidikan juga ia wariskan kepada putrinya, Nadine, yang kini duduk di bangku kelas 7.
Theresia kerap mengajak Nadine mengunjungi sekolah-sekolah yang mereka bantu, agar sang anak memahami pentingnya ilmu pengetahuan sekaligus belajar nilai-nilai berbagi.
“Saya ingin Nadine tahu bahwa hidup bukan hanya tentang mengambil, tapi juga memberi. Dan kebahagiaan sejati datang ketika kita bisa bermanfaat bagi orang lain,” tuturnya.
Theresia percaya bahwa tindakan kecil pun bisa membawa dampak besar. Ia berkisah tentang seorang bapak pemilik kapal kayu tradisional yang dulu sering ia sewa untuk berkeliling pulau.
Karena Theresia rutin merekomendasikan jasa bapak tersebut kepada para tamunya, kini sang bapak telah memiliki 2 kapal kayu bermesin dan bahkan sedang bersiap mendatangkan kapal baru yang lebih besar lagi.
“Dia bilang, saya harus jadi orang pertama yang naik. Padahal saya hanya bantu mempromosikan,” ujarnya sambil tertawa.
Sepuluh tahun berlalu, hubungan mereka tetap hangat bukti bahwa kebaikan tak pernah sia-sia.
Theresia memiliki harapan sederhana suatu hari nanti, ia ingin membangun usaha juga di NTT. Bukan semata-mata soal bisnis, tapi agar ia bisa lebih dekat dalam menjalankan misinya menyebarkan semangat pendidikan.
“Waktu kecil saya sulit untuk sekolah. Sekarang, saya ingin adik-adik di kampung memiliki kesempatan yang lebih baik. Saya mungkin tak punya banyak, tapi saya percaya bisa berbagi dengan cara saya.”