AKBP Umar dan Strategi Kultural Menjaga Kamtibmas Bali

Kapolres Gianyar AKBP Umar menyampaikan pidato pembukaan di Mapolres Gianyar.
Kapolres Gianyar, AKBP Umar, S.I.K., M.H., memberikan pidato pembukaan dalam sebuah acara resmi di Mapolres Gianyar. (Foto: Moonstar)

Mengabdi di Tengah Pandemi: Titik Awal Sebuah Strategi

Bali, pulau dengan budaya khas yang memikat, membutuhkan pendekatan khusus dalam penegakan hukum.

Di sinilah AKBP Umar, S.I.K., M.H., perwira lulusan Akpol 2004 yang telah mengabdi di lima kota berbeda, menemukan panggilan jiwanya.

Bertugas di Bali sejak 2020, tepat di tengah guncangan pandemi, Umar mulai merumuskan strategi unik berbasis kearifan lokal untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).

Tiba di Bali saat COVID-19 melumpuhkan sektor pariwisata, Umar menyaksikan langsung penderitaan warga.

“Melihat jalan-jalan Kuta yang biasanya gemerlap berubah menjadi gelap dan senyap, sangat memilukan,” ungkapannya.

Kisah pilu seorang kenalan yang terpaksa menjual bunga dari mobil demi mencicil kendaraan membuka matanya lebar-lebar.

Pengalaman ini memperdalam empatinya dan mengukuhkan tekadnya untuk membangun relasi yang lebih manusiawi dengan masyarakat, melampaui sekadar menjalankan peran sebagai penegak hukum.

Pendekatan Kultural: Kunci Kamtibmas Berkelanjutan

Pada 2024, Umar dipercaya menjabat sebagai Kapolres Gianyar. Di sinilah ia menerapkan pengalaman berharga yang didapat selama bertugas di Polda Bali.

Ia mencatat bahwa tingkat kriminalitas di Gianyar tergolong rendah, jauh di bawah rata-rata nasional.

Kapolres Gianyar AKBP Umar dan Ny. Elisa Umar berfoto bersama setelah menyerahkan daging kurban.
Kapolres Gianyar, AKBP Umar, S.I.K., M.H., bersama Ny. Elisa Umar berfoto bersama usai menyerahkan daging kurban kepada masyarakat. (Foto: Moonstar)

Menurutnya, keberhasilan ini berakar pada pendekatan kolaboratif yang dibangun bersama jajarannya.

Mereka secara aktif melibatkan masyarakat dan perangkat desa adat, menjadikan budaya serta kearifan lokal sebagai fondasi strategi.

“Esensi kepolisian adalah mengayomi, melindungi, dan melayani masyarakat. Pendekatan kultural inilah yang membuat tugas kami sejalan dengan filosofi dasar itu,” jelasnya.

Nuansa Spiritualitas dan Toleransi yang Menginspirasi

Sebagai seorang Muslim, Umar justru menemukan kedalaman spiritual yang menghangatkan hati selama bertugas di Bali.

Nuansa damai di pulau ini mengingatkannya pada kampung halaman di Semarang. Salah satu pengalaman paling membekas terjadi saat Iduladha.

“Kekaguman saya membuncah saat menyaksikan para pecalang dengan penuh semangat dan takzim menjaga kelancaran salat Id,” kenangnya.

Dedikasi mereka bahkan terlihat dalam hal-hal kecil, seperti sigap mengamankan seekor anjing yang mendekati saf jemaah dengan cara yang santun.

“Aksi yang mungkin tampak sederhana itu, bagi saya sarat makna tentang penghormatan,” tegas Umar.


Baca juga:
🔗 Pecalang: Penjaga Tradisi dan Keamanan Bali


Membayangkan Masa Depan Ubud dan Sinergi Berkelanjutan

Kapolres Gianyar AKBP Umar memberikan arahan dalam acara di Mapolres Gianyar.
Kapolres Gianyar, AKBP Umar, S.I.K., M.H., sedang memberikan arahan pada sebuah acara di Mapolres Gianyar. (Foto: Moonstar)

Isu kemacetan di Ubud kini menjadi salah satu fokus utama. Umar menggagas sinergi dengan pemerintah daerah melalui konsep Ubud Street.

Visinya adalah mentransformasi kawasan tersebut menjadi lebih ramah bagi pejalan kaki (pedestrianisasi).

Memungkinkan wisatawan menikmati keindahan Ubud dengan lebih nyaman sekaligus mengurangi beban lalu lintas.

“Ini tentang mengembalikan hak pejalan kaki dan menciptakan pengalaman berwisata yang lebih autentik,” paparnya.

Merawat Harmoni Sosial Lewat Kolaborasi

Setahun memimpin Polres Gianyar, Umar semakin memahami karakter unik masyarakat Bali. Ia meyakini bahwa kunci utama Kamtibmas yang berkelanjutan terletak pada sinergi erat antara masyarakat, desa adat, dan pemerintah daerah.

“Bali memiliki mekanisme tersendiri dalam merawat harmoni sosial. Ini adalah keunikan yang tidak bisa disamakan dengan daerah mana pun,” tegasnya.

Umar menutup dengan ungkapan bijak yang menjadi prinsip hidup dan kerjanya “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.”

Sebuah filosofi yang ia wujudkan dalam setiap langkah menjaga keamanan dengan menghormati budaya tanah yang ia pijak.


Baca juga:
🔗 Kepemimpinan Sejati: Dampak, Bukan Jabatan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *