Kompol Putu Diah Kurniawandari: Meniti Karier dengan Disiplin, Ketulusan Hati, dan Kepemimpinan Inklusif

Kompol Putu Diah Kurniawandari, perwira Polri wanita yang menjabat sebagai Wakapolres Gianyar, Bali.
Kompol Putu Diah Kurniawandari, S.H., S.I.K., M.H., merupakan seorang perwira wanita yang menjabat sebagai Wakapolres Gianyar, Bali. (Foto: Dokumentasi)

Lahir dan tumbuh besar di lingkungan asrama kepolisian, Kompol Putu Diah Kurniawandari, S.H., S.I.K., M.H. sudah mengenal dunia Polri sejak usia dini.

Setiap hari ia menyaksikan langsung dinamika kehidupan para polisi dan polwan, termasuk dedikasi, disiplin, dan pengorbanan yang menyertai profesi tersebut.

Pengalaman itu perlahan menumbuhkan mimpinya menjadi bagian dari institusi yang begitu lekat dengan kehidupannya.

“Dulu saya hanya berpikir bahwa jadi polisi itu keren,” kenangnya sambil tersenyum. “Belum paham bedanya perwira atau bintara, yang penting semangatnya ingin jadi polisi.”

Semangat itu tak pernah padam. Didorong oleh restu orang tua dan dibentuk oleh kedisiplinan sebagai seorang atlet bulu tangkis, Diah akhirnya diterima di Akademi Kepolisian (Akpol).

Di sanalah ia mulai memahami bahwa lembaga ini bukan hanya mencetak polisi, tetapi mempersiapkan para pemimpin masa depan di tubuh Polri.

Di bangku pendidikan itu pula, nilai-nilai seperti kepemimpinan, integritas, serta semangat pengabdian mulai tertanam kuat dalam dirinya.

Merintis Karier dari Ibukota hingga Kembali ke Tanah Leluhur

Lulus dari Akpol pada tahun 2008, Kompol Diah memulai penugasannya di Polres Metro Jakarta Utara.

Kariernya terus berkembang, dan setelah menyelesaikan pendidikan lanjutan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), ia dipindahtugaskan ke kampung halamannya, Bali.

Jabatan demi jabatan strategis pun ia emban. Ia pernah menjabat sebagai Kasat Lantas, Kapolsek Mengwi, Kapolsek Kuta Utara, Wakapolres Badung, hingga kini dipercaya sebagai Wakapolres Gianyar.

“Setiap penugasan punya tantangannya masing-masing,” ujarnya. “Namun dimanapun ditempatkan, prinsip saya tetap sama: bekerja dengan disiplin, kejujuran, dan ketulusan.”

Baca juga:
🔗 AKBP Umar dan Strategi Kultural Menjaga Kamtibmas Bali

Kepemimpinan Inklusif Berbasis Kearifan Lokal

Dalam memimpin, Kompol Diah mengedepankan pendekatan yang inklusif dan adaptif. Ia percaya bahwa gaya kepemimpinan tidak bisa dipukul rata.

Pendekatan kepada anggota maupun masyarakat harus disesuaikan dengan karakter individu, nilai budaya, dan kearifan lokal setempat.

“Menjadi pemimpin bukan hanya soal memberi perintah, tetapi juga tentang memahami dan membina terutama terhadap anggota” tuturnya.

“Kita harus mampu memimpin diri sendiri, keluarga maupun anggota, disisi lain tentunya pelayanan terhadap masyarakat dan harkamtibmas menjadi hal yg utama.

Tugas saat ini lebih cenderung untuk melaksanakan pembinaan ke dalam terhadap personel dimana tentunya harus mampu memahami kinerja dan karakteristik personel seluruh anggota khususnya di wilayah hukum polres gianyar.

Ada yang butuh dipandu dengan ketegasan, ada pula yang perlu diajak bicara dari hati ke hati”

Kompol Putu Diah Kurniawandari memimpin apel di halaman Mapolres Gianyar sebagai Wakapolres.
Wakapolres Gianyar, Kompol Putu Diah Kurniawandari, S.H., S.I.K., M.H., saat memimpin apel di halaman Mapolres. (Foto: Dokumentasi)

Ia menekankan pentingnya komunikasi terbuka serta emotional bonding antara pimpinan dan anggota.

Menurutnya, relasi yang manusiawi membuat penyelesaian masalah menjadi lebih cepat dan efektif.

Prinsip ini ia terapkan baik dalam memimpin apel maupun saat menangani bertugas sehari-hari di lapangan yang tentunya sesuai dengan aturan yg berlaku di Kepolisian.

Baca juga:
🔗 Kepemimpinan Sejati: Dampak, Bukan Jabatan

Mendorong Kesetaraan Gender dan Perlindungan Kelompok Rentan

Sebagai seorang polwan yang menduduki posisi strategis, Kompol Diah tidak hanya fokus pada struktur organisasi, tetapi juga berkomitmen terhadap isu-isu sosial, terutama kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Ia aktif memberikan pembinaan kepada anggota, serta menggugah kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan terhadap kelompok rentan.

Melihat fenomena saat ini, masih banyak ditemukan korban kekerasan berkaitan dg perempuan dan anak.

Hal ini tentunya mendorong kelompok rentan utk melapor kepada pihak yg berwenang seperti kepolisian maupun stakeholder terkait mulai dari level bawah.

“Kita harus dorong mereka untuk berani rise and speak up,” tegasnya. “Dibutuhkan sistem pendukung yang kuat, mulai dari keluarga, masyarakat, hingga tokoh-tokoh lingkungan.

Kalau mereka diam, bagaimana kita bisa membantu baik terkait penanganan kasus maupun pemulihan”

Kompol Diah juga mengagumi peran perempuan Bali yang menurutnya luar biasa. Ia menyebut mereka sebagai Wonder Woman sejati, karena mampu memerankan banyak peran secara bersamaan sebagai ibu, istri, pekerja, kader masyarakat, hingga penjaga tradisi.

“Menjadi ibu rumah tangga adalah tugas mulia,” ungkapnya.

“Namun, jika seorang perempuan memiliki mimpi untuk melanjutkan pendidikan atau meniti karier, itu juga sangat patut dihargai.

Menjaga keseimbangan antara menjadi seorang ibu, wanita karir bahkan penjaga tradisi merupakan tantangan tersendiri bagi wanita bali khususnya”.

Baca juga:
🔗 Kisah Dua Perempuan Bali, Kadek dan Putu: Menantang Tradisi

Keluarga: Fondasi Keseimbangan Antara Tugas dan Cinta

Di balik kesibukannya sebagai polisi, Kompol Diah adalah seorang istri dan ibu. Suaminya juga seorang perwira Angkatan Laut lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL).

Meski mereka kerap menjalani tugas di tempat berbeda, kekuatan komunikasi, saling menghargai, dan saling percaya menjadi pondasi utama rumah tangga mereka.

“Komitmen dan dukungan keluarga tidak kalah penting dari komitmen pada institusi,” katanya 

“Jika ada kepercayaan dan saling dukung, karier dan keluarga bisa berjalan seimbang.”

Penutup: Menjadi Polisi yang Melayani dengan Hati

Bagi Kompol Diah, menjadi polisi merupakan salah satu cara untuk mengabdi dengan masyarakat.

Dapat membantu melayani dan mengayomi serta mampu bersinergi dengan masyarakat merupakan kebahagiaan tersendiri dalam melaksanakan tugas pengabdian sebagai anggota Polri.

“Jangan pernah berhenti untuk berbuat baik” ujarnya.

Ia meyakini, selama seseorang bekerja dengan hati, semesta akan memberi jalan. Dan ia berharap pengabdiannya, sekecil apa pun, dapat memberi manfaat dan inspirasi bagi masyarakat.

“Astungkara, semoga langkah ini terus membawa berkah bagi banyak orang. Karena pada akhirnya, memberi dan melayani dengan tulus adalah bentuk pengabdian tertinggi.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *