Penjor Menjulang Tinggi Sambut Ngerebong

Ribuan umat Hindu Bali berpakaian adat putih berkumpul di bawah penjor raksasa saat upacara Ngerebong yang digelar tiap enam bulan sekali.
Di bawah penjor megah, ribuan umat Hindu Bali bersatu dalam kekhusyukan upacara Ngerebong tradisi sakral yang menjaga harmoni antara manusia dan alam

Denpasar, Minggu (11/5/2025) – Suasana khidmat dan penuh warna memenuhi halaman Pura Petilan Kesiman, Denpasar, Bali, saat puluhan penjor berukuran jumbo berdiri menjulang tinggi setinggi 12 meter.

Penjor-penjor ini dipasang dalam rangka menyambut upacara sakral Ngerebong, sebuah tradisi penting dalam ajaran Hindu Bali yang dilaksanakan setiap enam bulan sekali, tepatnya pada Redite Pon Wuku Medangsia, seminggu setelah Hari Raya Kuningan.


Baca juga:
πŸ”— Hari Raya Kuningan: Cahaya Doa dan Warna Keharmonisan


Umat Hindu dan Wisatawan Berbaur dalam Suasana Sakral

Sejak pagi hari, ribuan umat Hindu berdatangan dari berbagai penjuru Bali. Mereka mengenakan pakaian adat lengkap, membawa sesajen, dan memenuhi halaman pura untuk bersembahyang.

Aroma dupa dan bunga memenuhi udara, berpadu dengan lantunan kidung suci yang menambah suasana sakral di lokasi pura.

Yang menarik, tak hanya umat Hindu yang hadir. Sejumlah wisatawan asing juga tampak ikut serta, mengenakan pakaian adat Bali seperti kamen dan selendang.

Mereka dengan penuh rasa hormat mengikuti jalannya upacara, sebagian bahkan terlihat bertanya kepada warga lokal untuk memahami makna dari prosesi yang berlangsung.

Makna Penjor sebagai Simbol Rasa Syukur

Seorang umat Hindu Bali berpakaian adat putih berdiri khidmat di bawah penjor megah saat upacara Ngerebong di Kesiman, Bali.
Dalam khidmatnya, umat Hindu Bali berpakaian adat putih menyatukan kekuatan sekala dan niskala saat upacara Ngerebong di Kesiman ritual sakral yang melestarikan tradisi

Menurut penjelasan dari Anom, salah satu tokoh adat setempat, penjor bukan sekadar hiasan. β€œPenjor adalah simbol persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, mewakili tiga kebutuhan dasar manusia: pangan, sandang, dan papan.

Ini adalah bentuk rasa syukur atas kesejahteraan yang telah diberikan oleh Tuhan,” jelasnya saat ditemui di area pura.

Penjor-penjor tersebut dibuat dari bambu yang dibentuk melengkung, kemudian dihias dengan beragam hasil bumi seperti janur, biji-bijian, bunga, dan buah-buahan.

Pemasangan penjor menjadi sarana ekspresi spiritual sekaligus ruang kreativitas, terutama bagi para yowana atau generasi muda Bali. Mereka berlomba menciptakan penjor yang paling indah dan penuh makna.


Baca juga:
πŸ”— Waktu yang Menari di Balik Etalase


Prosesi Kerauhan dan Irama Gamelan

Upacara Ngerebong sendiri merupakan bagian dari rangkaian yadnya (ritual suci) yang memiliki tujuan utama untuk menjaga keharmonisan antara manusia, alam, dan para dewa.

Dalam prosesi ini, beberapa umat memasuki kondisi trance atau kerauhan, dipercaya sebagai bentuk komunikasi langsung dengan kekuatan spiritual.

Mereka akan bergerak mengikuti irama gamelan dan arah spiritual yang diyakini sebagai petunjuk dari alam niskala.

Pura Petilan: Simbol Spiritualitas yang Menyatu dengan Masyarakat

Ngerebong, tradisi sakral Hindu Bali yang digelar tiap enam bulan, diikuti ribuan umat dalam suasana ritual khidmat.
Ngerebong, tradisi sakral Hindu Bali yang diadakan setiap enam bulan, mempertemukan ribuan umat dalam suasana penuh khidmat dan spiritualitas

Pura Petilan Kesiman sendiri merupakan salah satu pura penting di Bali, yang memiliki kekuatan spiritual tinggi dan sering menjadi tempat berlangsungnya ritual besar.

Keindahan arsitektur pura yang dipadukan dengan elemen-elemen upacara seperti penjor, sesajen, dan barisan umat yang tertib membuat momen ini sangat layak untuk dilestarikan dan juga dikenalkan lebih luas.


Baca juga:
πŸ”— Warung Wardani: Waktu Menari di Atas Piring, Rasa yang Abadi Sejak 1980


Tradisi Ngerebong sebagai Cerminan Harmoni Bali

Tradisi Ngerebong tak hanya mempererat hubungan spiritual umat Hindu dengan Tuhan, tetapi juga memperlihatkan harmoni sosial dan budaya yang kental di tengah modernisasi Bali.

Keterlibatan wisatawan dalam tradisi ini diharapkan mampu menumbuhkan rasa saling menghargai antar budaya serta memperkenalkan Bali sebagai destinasi spiritual dan budaya, bukan semata wisata rekreasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *